GIANYAR, BALIPOST.com – Pandemi Covid-19 memang berdampak pada penurunan sektor pariwisata. Ini berdampak pada serapan pemasaran sektor kerajinan bambu di Belega baik gasebo, furniture, termasuk handycraft. Untuk bisa bertahan dalam pandemi Covid-19 perajin bambu Desa Belega ini mesti jeli mengambil peluang pasar.
Perbekel Belega, Ketut Trisna Jaya Selasa (26/1) mengatakan, selama 5 tahun terakhir ini ada peralihan pasar kerajinan bambu dari furniture, dan handycraft ke gasebo. Ini mendorong banyak pengerajin bambu menggarap gasebo.
Ia menjelaskan permintaan gasebo berbahan bambu ini tidak hanya datang dari Bali melainkan termasuk luar Bali sampai ke Kupang. Di Bali gasebo banyak di pesan industri pariwisata baik dari Nusa Lembongan, Jimbaran, Nusa Dua sampai di Pantai Pandawa.
Dipaparkannya, perajin bambu yang pintar melihat peluang pasar tentu akan memilih pembuatan gasebo. “Mulai dari pengerjaan sampai pemasangan, perajin bisa berkelompok sampai 10 orang untuk mengerjakan pesanan gasebo,” ucapnya.
Lebih lanjut dikatakannya, untuk furniture seperti kursi, bambu pembatas, meja dan lainnya dikerjakan sebagai selingan ketika tidak ada pesanan gasebo. Hanya saja furniture ini lebih banyak menyasar pasar lokal dan domestik. “Produk furniture bambu ini berukuran relatif besar terkendala dalam pengiriman yang mahal sehingga kurang diterima pasar mancanegara,” jelasnya.
Menurutnya, berbeda dengan pasar handycraft berbahan bambu ukurannya relatif lebih kecil seperti miniatur gasebo diminati pasar ekspor. Saat ini permintaan handycraft berbahan bambu ini menurun karena lesunya sektor pariwisata. “Ketika handycraft dan furniture lesu, perajin masih bisa melayani permintaan gasebo termasuk saat pandemi Covid-19,” tegasnya.
Salah satu perajin bambu asal Desa Belega, Nyoman Sumardika membenarkan ia memang saat ini memang mengerjakan pesanan gasebo. Pembuatan furniture bambu hanya selingan untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal. (Wirnaya/Balipost)