Perwakilan pedagang di Pasar Seririt dan Pasar Buleleng mengadu ke DPRD Buleleng karena keberatan dengan kenaikan tarif retribusi pasar yang berlaku mulai 1 Februari 2021. (BP/Mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Sejumlah perwakilan pedagang pasar tradisional datang ke gedung DPRD Buleleng Kamis (28/1). Pedagang ini memprotes kebijakan Direksi Perusahaan Daerah (PD) Argha Nayottama Buleleng yang menaikan tarif retribusi. Kenaikan ini dinilai memberatkan, sebab daya beli masyarakat turun karena dampak pandemi COVID-19.

Perwakilan pedagang yang mengadu ke DPRD ini mengaku berjualan di Pasar Seririt dan Pasar Buleleng. Mereka datang dengan kendaraan pribadi sekitar pukul 10.00 WITA. Pedagang ini diterima Ketua DPRD Gede Supriatna didampingi Kepala Bagian (Kabag) Humas dan Pengawasan Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Buleleng Made Supartawan.

Dalam diskusi di ruang kerja ketua dewan, pada intinya pedagang keberatan setelah Direksi PD Argha Nayotama menaikan tarif retribusi mulai 1 Februari 2021.

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direksi PD Argha Nayotama kenaikan tarif retribusi ini berlaku untuk Pungutan Harian (PH) untuk pedagang los ditetapkan Rp 5.000. Pedagang kios Rp 6.000, dan pedagang di toko Rp 7.000 per hari. Sewa Tanah (ST) untuk pedagang los tarifnya Rp 4.950, pedagang di kios Rp 6.600, pedagang di toko Rp 9.900 tiap meter persegi per bulan. Sedangkan, retribusi Perpanjangan Surat Hak Pinjam Tempat Usaha (SHPTU) setiap tahun ditetapkan Rp 75.000.

Baca juga:  Pandemi COVID-19 Tidak Pengaruhi Pemberantasan Narkoba

Atas kenaikan seluruh jenis retribusi itu, para perwakilan pedagang ini keberatan. Ini karena kenaikannya dinilai memberatkan, apalagi pasar sekarang sepi karena berkurangnya konsumen berbelanja ke pasar tradisional sejak pandemi COVID-19. Untuk itu, pedagang mendesak agar DPRD memfasilitasi dan bisa memperjuangkan aspirasi pedagang.

“Kami keberatan dengan kenaikan tarif, apalagi sekarang pasar sepi otomatis pendapatan kami turun, namun justru perusahaan pasar menaikan tarif retribusinya. Kami mohon DPRD memperjuangkan apsirasi kami ini minimal kami diberikan keringanan,” sebut salah satu perwakilan pedagang.

Selain kenaikan tarif retribusi, pedagang ini mengeluhkan aktivitas pedagang musiman dan pedagang bermobil yang beroperasi di luar areal pasar. Situasi tidak adil ini dianggap merugikan pedagang yang berjualan di los atau kios di dalam pasar.

Baca juga:  Kasus COVID-19 Aktif Capai 118 Orang, Ini Kata Gubernur Koster Soal Kapasitas RS

Jika pedagang kios dan los di dalam pasar membayar semua jenis retribusi, namun pedagang musiman dan pedagang bermobil hanya membayar Pungutan Harian (PH) saja. Selain itu, komoditas yang dijual pedagang di luar areal pasar ini sama dengan pedagang yang menempati los atau kios di dalam pasar.

Menanggapi permintaan itu, Ketua Dewan Gede Supriatna mengatakan, sebelum pedagang mengadukan persoalan ini, pihaknya sudah mendapat informasi yang sama. Atas kondisi itu, Komisi III untuk melakukan koordinasi dengan direksi PD Pasar Arha Nayotama Buleleng dan instanasi terkait yang membidangi.

Untuk itu, keberatan perwakilan pedagang di Pasar Seririt dan Pasar Buleleng ini untuk sementara ditampung dulu. Nantinya, dewan akan meminta penjelasan dan mencari solusi untuk menyelesaikan masalah yang terjadi saa ini. “Kalau kami sekarang memutuskan untuk tidak membayar tarif, kan salah. Tapi kami akan tampung dulu aspirasi ini dan kami tugaskan Komisi III untuk membahas masalah ini dan mencari jalan keluarnya,” jelasnya.

Baca juga:  Tabrak Ambulans Bawa Jenazah, Pemotor Tewas

Di tempat terpisah, Dirut PD Pasar Argha Nayottama Buleleng Made Agus Yudiarsana mengatakan, kenaikan tarif ini telah disetujui Bupati dan Badan Pengawas. Dengan demikian, walaupun pedagang keberatan, tetapi tarif baru itu akan tetap berlaku.

Menurut Agus Yudi, alasan kenaikan tarif karena sudah 8 tahun direksi tidak pernah menaikan tarif sejak tahun 2013 Lalu. Bahkan, Badan Pengawas Keuangan (BPK) pernah mengingatkan agar mengeveluasi tarif retribusi pasar tradisional. Ini karena eveluasi tarif dilakukan setiap 3 tahun sekali.

Pertimbangan lain karena memperhatikan kenaikan biaya operasional seperti listrik dan material pemeliharaan fasilitas pasar, sehingga pihaknya menaikan tarif mulai 1 Februari 2021. “Setelah kita naikkan, tarif ini masih yang paling murah diantara tarif di pasar tradisional di seluruh Bali. Tarif yang kita naikan ini sudah termasuk kebersihan, listrik, fasilitas umum, pemeliharaan keamanan dan PPN,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *