SEMARAPURA, BALIPOST.com – Limbah medis meningkat selama pandemi COVID-19. Peningkatan terjadi 30 sampai 50 persen, hingga sempat memicu kenaikan volume sampah medis menjadi 6 ton. Agar tidak menimbulkan resiko, penanganan sampah medis COVID-19 mendapat perlakuan berbeda dari limbah medis dari penyakit lainnya.

Wadir Penunjang Pelayanan Medis RSUD Klungkung, Utik Anggraeni, Jumat (29/1) mengatakan limbah medis COVID-19 ini didominasi masker, alat pelindung diri sekali pakai, utamanya yang digunakan oleh petugas medis. Ada juga berupa sisa makanan pasein COVID-19. Sebelum pandemi, sampah medis paling banyak 3 ton per bulan. Namun sempat meningkat sampai 6 ton saat puncak lonjakan pasein terpapar COVID-19. Kalau rata-ratanya dari 4 sampai 5 ton per bulan.

Baca juga:  Gubernur Koster Tegaskan Komit Laksanakan Program Pemberantasan Korupsi

“Limbah medis itu katagori limbah b3, berbahaya dan beracun,” katanya.

Ia menambahkan, sampah medis khusus COVID-19 penanganannya dibedakan, dengan dibungkus kresek kuning dan diberi keterangan label khusus oleh petugas dengan berpakaian APD lengkap. Sampah-sampah medis ini sudah dipilah langsung dari ruang isolasi, antara dari pasien COVID-19 dengan penyakit yang lain. Sehingga petugas kebersihan tidak perlu memilah lagi hanya cukup menimbang sampah dan kemudian memasukannya ke gudang. Setelah itu baru dikirim kepada pihak ketiga di wilayah Tangerang. Sebab, untuk limbah medis COVID-19 tidak bisa ditangani langsung pihak rumah sakit.

Baca juga:  Daerah Ini, Kembali Jadi Penyumbang Terbesar Tambahan Harian Kasus COVID-19

Ia menegaskan, terakhir ada peningkatan volume pada Desember-Januari, karena ada keterlambatan pengambilan. Sehingga numpuk sampai 6 ton, dari biasanya 4-5 ton. Kalau dibandingkan sebelum pandemi, sampah medisnya hanya 3 ton. Selain sampah dari aktivitas makan minum pasien, juga sampah APD petugas yang jadi limbah medis setelah sekali pakai. Mulai sarung tangan hingga masker, face shield, sepatu boat, baju surgical.

Sampah medis COVID-19 di Klungkung tertinggi pada Oktober hingga Desember lalu, saat itu kasusnya tinggi, ditambah pemakaian banyak pakai infus dan pakai obat-obatan. Saat ini ada dua ruang isolasi sudah ditutup. Sehingga ini sangat mengurangi jumlah pemakaian APD. Peningkatan limbah medis ini juga berimbas pada membengkaknya biaya penanganan limbah medis. Biaya per kilo penanganan limbah medis cukup tinggi, mencapai Rp 23.000 atau hampir seratus juta lebih setiap bulannya.

Baca juga:  Karena Ini, Pasukan TNI Standby di Makodim

Maka, dengan terus menurunnya penanganan pasien COVID-19, secara langsung ini juga akan berdampak terhadap turunnya jumlah limbah medis. Pihaknya juga berharap COVID-19 segera berakhir. Maka, masyarakat harus tetap mematuhi pelaksanaan protokol kesehatan dengan disiplin. (Bagiarta/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *