DENPASAR, BALIPOST.com – Sejalan dengan visi Pemerintah Provinsi Bali yang merencanakan keseimbangan sektor ekonomi antara pariwisata, pertanian, dan industri, visi ini didorong juga dengan potensi dan peluang yang ada. Khusus pertanian Bali memiliki potensi dan peluang untuk bisa jaya seperti pariwisata. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana I Putu Sudiarta, S.P., M.Si., Ph.D. menegaskan hal itu, belum lama ini.
Sudiarta mengatakan, dalam membangun pertanian yang perlu diperhatikan adalah kondisi eksternal dan internal pertanian Bali. Secara makro, kondisi eksternal Bali sangat relevan dengan rencana Pemprov Bali, karena ada kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) RI terkait dengan pengembangan pertanian Bali di new normal. “Paling tidak ada lima strategi Kementan terkait peningkatan dan penguatan produksi pertanian, yaitu peningkatan produksi, diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan dan sistem logistik pangan, pengembangan pertanian modern (smart farming), dan gerakan tiga kali ekspor,” katanya memaparkan.
Di samping faktor eksternal, kata dia, ada juga faktor internal Bali yang memengaruhi kemampuan pengembangan pertanian Bali, yaitu posisi Bali sebagai destinasi wisata dunia, ketersediaan produk lokal pertanian Bali, Sumber Daya Manusia (SDM) Bali, serta kondisi iklim dan lahan pertanian Bali. Berdasarkan analisis eksternal dan internal Bali tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pertanian Bali mampu berjaya seperti pariwisata, karena Bali memiliki potensi dan peluang.
Sudiarta menambahkan, komoditi lokal secara umum memiliki kelebihan adaptasi yang lebih baik dari produk introduksi baru, baik dari segi agronomis maupun hama penyakit. Selain padi, pengembangan pangan lokal Bali perlu dikembangkan, salah satunya umbi-umbian Bali (sela bun, keladi, gadung, sueg dan lain-lain). Selain pangan, buah lokal Bali seharusnya menjadi primadona. Ia melihat banyak buah Bali bisa tembus ekspor. “Yang perlu disiapkan adalah kontinyuitas, kualitas, dan kuantitas perlu dibuat strateginya,” tegasnya.
Menurut Sudiarta, keunikan komoditas lokal tidak akan kalah menariknya dengan komoditas luar jika dikemas dengan modern. Komoditi tradisional dengan sentuhan modernisasi seperti smart farming akan sangat menarik.
Pengembangan pangan lokal Bali di samping mendukung pariwisata juga sebagai upaya penguatan cadangan dan sistem logistik pangan di era baru ini. “Sudah saatnya produk lokal mendapatkan tempat di mata wisatawan maupun di mata petani sebagai lumbung logistik selain padi dalam situasi Covid-19 yang tidak bisa diprediksi kapan usainya,” katanya.
Sudiarta menambahkan, kondisi lahan petani Bali yang sempit memungkinkan petani untuk menanam produk lokal lebih beragam. Selain kondisi komoditas lokal, SDM, dan tanah Bali, kebijakan dan campur tangan pemegang kebijakan sangat esensial, pengelolaan pengaturan cara bercocok tanam, pembatasan produk luar, serta kebijakan penggunaan pangan lokal di ranah pariwisata sangat diperlukan. “Pengerahan penyuluh lapangan yang berpengalaman dan bersertifikat merupakan cara edukasi yang harus digarap pengambil kebijakan. Selain itu, kehadiran beberapa kelompok pemuda yang peduli pertanian merupakan sebuah terobosan yang harus dikelola oleh Bali dan menciptakan generasi milenial pertanian,” katanya. (Citta Maya/balipost)