SINGARAJA, BALIPOST.com – Umat Hindu di Buleleng merayakan Hari Raya Pagerwesi, Rabu (3/2). PerayaaPandemiun tahun ini berlangsung di tengah darurat kesehatan karena pandemi Covid-19. Meskipun umat harus melakukan protokol kesehatan (prokes) yang sangat ketat, namun persembahyangan Pagerwesi di Bali Utara berlangsung dengan khusuk.
Pantaun Bali Post, mulai pagi hari suasana di Kota Singaraja sudah ramai oleh lalu lalang umat yang akan menggelar persembahyangan. Mulai dari pura-pura umum, persembahyangan juga digelar di setiap merajan dadia maisng-masing umat.
Selain itu, setiap perayaan Pagerwesi umat juga melakukan persembahyangan ke kuburan (setra), tamam makam pahlawan (TMP) dan pura dalem.
Pesembahyangan ini sejak dahulu dilakukan dengan sebutan memunjung. Seperti namanya, umat yang melaksanakan persembahyangan ke tempat ini menghaturkan banten punjung yang ditujukan kepada keluarga dan kerabat yang telah meninggal dunia, tetapi belum di upacara ngaben. Seluruh sarana banten ini memakai bahan-bahan yang menjadi kesukaan dari keluarga yang telah meninggal dunia.
Keunikan lain dari tradisi ini adalah, setelah persembahyangan, para umat tidak langsung pulang ke rumah. Tetapi mereka masih bertahan di lokasi sembari melakukan makan bersama. Semua sarana upakara yang sebelumnya dihaturkan langsung dinikmati oleh para umat. Tak heran, kondisi ini membuat setra seperti tempat piknik yang ramai pengunjung.
Salah seorang umat Kadek Kariana menuturkan, setiap hari raya besar keagamaan termasuk Pagerwesi, dirinya bersama keluarga selalu melaksanakan persembahyangan ke Tamam Makam Pahlawan (TMP) Curastana. Di mana di TMP ini ada salah satu keluarganya yang menjadi veteran pejuang kemerdekaan dimakamkam di tempat ini.
Setiap menggelar persembahyangan, Kariana menyebut doa yang dimohonkan tidak lain adalah memohon tuntunan kepada almarhum keluarganya yang telah wafat. Selain itu, momen persembahyangan ini, menunjukkan rasa suka cita bersama seluruh anggota keluarga dalam merayakan hari raya suci Pagerwesi.
“Kalau kami selalu sembahyang ke tempat ini, dulu memang rame, namun mungkin ini karena situasi pandemi Covid-19, sehingga situasinya agak sepi. Tujuannya kami minta doa restu dan tuntunan kepada leluhur yang dimakamkam di tempat ini,” katanya.
Akademisi Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Negeri Mpu Kuturan Singaraja Nyoman Suka Ardiyasa mengatakan, para tokoh dan tetua Buleleng mengingatkan keturunannya merayakan Pagerwesi dengan sungguh-sungguh. Ini karena perayaannya sebagai peneguhan (kebal-red) secara lahir batin.
Pagerwesi merupakan rangkaian perayaan Saraswati, Banyupinaruh, Soma Ribek dan Sabuh Mas. Empat perayaan ini, tidak terpisahkan dari hari peneguhan jiwa. Hari Pagerwesi sendiri dirayakan pada Buda Kliwon Sinta. Pagerwesi menjadi deretan hari raya dari Saraswati menuju hari Tumpek Landep. Sampai pada hari Pagerwesi, kemuliaan dan kebahagiaan lahir menjadi suatu yang tetap ada pada jiwa manusia yang tercahayakan.
“Setelah mencapai kebahagiaan lahir batin, bagaimana mengajegkan sebagai tonggak kehidupan yang tiada pernah tergerus oleh jaman dan waktu. Pager dari besi yang berarti suatu bagian perlindungan dari yang telah dicapai,” (Mudiarta/Balipost)