Dewa Ketut Suardipa. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Sejak wabah pandemi COVID-19 melanda, bisnis pariwisata di Buleleng mengalami dampak serius. Kondisi ini memaksa pelaku pariwisata menutup usaha mereka, bahkan menjual usahanya.

Ketua Persatuan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Buleleng Dewa Ketut Suardipa, Rabu (3/2) mengatakan, sesuai data setelah 9 bulan dalam situasi pandemi COVID-19, bisnis pariwisata di Gumi Den Bukit tidak lagi berdenyut. Tingkat hunian sejak April 2020 hingga saat ini berada pada angka nol persen.

Di tengah situasi ini, pengusaha pun “memutar otak” agar bisnis mereka bisa berjalan. Ia mengatakan sejumlah hotel berbintang dan non bintang terpaksa dijual.

Baca juga:  Cerita Klaster Pisang Cavendish di Pasuruan, Dari Lahan Non Produktif Jadi Lahan Usaha yang Terus Berkembang

PHRI sendiri mencatat hotel yang dijual itu diantaranya 1 hotel di kawasan wisata Buleleng Barat. Kawasan wisata Buleleng tengah ada 2 hotel, dan di kawasan Buleleng Timur dikabarkan ada 4 hotel yang dijual. “Itu yang terpantau saja dan kami pastikan hotel non bintang juga sudah banyak yang dilego. Walau dijual, namun karena pandemi ini pembeli juga sangat jarang, sehingga menambah sulit pengusaha pariwisata bisa keluar dari situasi sulit ini,” katanya.

Menurut owner rumah makan Rangon Sunset Pantai Penimbangan ini, kepemilikan hotel dan restoran di daerahnya adalah warga pribumi. Karena kondisi ini, ketahanan modal yang dikelola pun belum memadai terutama dalam situasi terpuruk seperti sekarang.

Baca juga:  Seperempat Dana Wisatawan Digunakan untuk Mamin

Apalagi, sebuah akomodasi wisata jika tutup karena huniannya nol persen, biaya operasional masih harus ditanggung oleh pengusaha. Ini seperti petugas keamanan, tukang kebun, listrik, air berish, dan kebutuhan operasional lain.

“Modal tidak cukup, kunjungan tamu sepi, dan kalau menutup hotel peralatan akan rusak kalau tidak dipelihara. Tidak salah banyak pengusaha yang gulung tikar dengan menjual hotelnya,” katanya.

Di sisi lain mantan pekerja kapal pesiar ini menyebut, dalam 3 bulan ke depan ini kalau tidak ada pergerakan hunian hotel restoran, lebih banyak lagi hotel yang akan tutup dan dijual. Menghindari terjadinya kondisi itu, dirinya mengusulkan agar pemerintah daerah menggulirkan program recovery pariwisata.

Baca juga:  REI Klaim Pandemi COVID-19 Tak Buat Bisnis Properti Lesu

Ini bisa saja dilakukan dengan kegiatan setiap Organsiasi Perangkat Daerah (OPD) di Buleleng memanfaatkan jasa akomodasi wisata lokal. Selain itu, bisa juga di beberapa kawasan wisata dijadikan lokasi menggelar program atau acara, kemudian memakai akomodasi wisata setempat. “Kami usul ada program recovery pariwisata Buleleng. Sekarang hanya pemerintahan yang bertahan. Kalau acara OPD bekerjasama dengan akomodasi wisiata, sehingga bisa kami bertahan di tengah situasi sulit ini,” jelas Suardipa. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *