Ilustrasi. (BP/Dokumen)

JAKARTA, BALIPOST.com – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan IV 2020 dan sepanjang tahun lalu pada Jumat (5/2). Dalam penjelasannya, Kepala BPS, Suhariyanto, dikutip dari Kantor Berita Antara menyebutkan pertumbuhan ekonomi nasional mengalami kontraksi.

Dia juga memaparkan ada dua sektor yang menjadi penopang perekonomian nasional pada 2020. Yaitu sektor informasi dan komunikasi serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial.

Suhariyanto mengatakan sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh tinggi yaitu 10,58 persen pada 2020 seiring dengan kenaikan permintaan dari masyarakat. “Sektor ini tumbuh lebih tinggi karena adanya permintaan konsumen akibat WFH (Work From Home). Pertumbuhan 10,58 persen ini lebih kuat dari 2019 yang tumbuh 9,42 persen,” katanya.

Sedangkan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, lanjut dia, juga tercatat tumbuh 11,6 persen pada 2020 dibandingkan 2019 sebesar 8,69 persen karena adanya pencairan pembayaran COVID-19 untuk tenaga kesehatan.

Baca juga:  Kasus COVID-19 Nasional Masih Bertambah di Atas 4.000 Orang, Naik dari Sehari Sebelumnya

“Selain itu pertumbuhan ini didukung peningkatan pendapatan rumah sakit, klinik dan laboratorium kesehatan untuk pelayanan COVID-19,” kata Suhariyanto.

Sektor lapangan usaha lainnya yang ikut tercatat positif selama 2020 serta ikut membantu perekonomian adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan yang tumbuh 1,75 persen, jasa keuangan dan asuransi 3,25 persen, jasa pendidikan 2,63 persen, real estat 2,32 persen, dan pengadaan air 4,94 persen.

“Sektor pertanian tumbuh 1,75 persen, didorong oleh produksi palawija yang naik untuk ubi kayu 1,72 persen dan kacang hijau 5,45 persen. Kemudian juga produksi hortikultura yang naik untuk pisang 8,38 persen, mangga 2,86 persen dan cabai rawit 12,33 persen,” ujarnya.

Baca juga:  Inflasi Tahunan RI Sebesar 2,12 Persen Pada Agustus 2024

Meski demikian lapangan usaha yang menyumbang PDB terbesar masih mengalami kontraksi dan tumbuh negatif pada 2020 yaitu industri pengolahan minus 2,93 persen, perdagangan minus 3,72 persen, konstruksi minus 3,26 persen, dan pertambangan dan penggalian minus 1,95 persen.

“Industri pengolahan masih terdampak dari turunnya produksi LNG yang minus 6,63 persen, mobil minus 46,37 persen, sepeda motor minus 40,21 persen, dan semen minus 9,26 persen. Perdagangan juga terpengaruh turunnya penjualan mobil minus 48,35 persen, sepeda motor minus 43,57 persen, suku cadang minus 23 persen, dan ritel minus 12,03 persen,” kata Suhariyanto.

Selama periode ini lapangan usaha yang mengalami kontraksi paling dalam adalah sektor transportasi dan perdagangan yang tumbuh negatif 15,04 persen serta akomodasi dan makan minum yang minus 10,22 persen.

Baca juga:  Diisukan Jabat Menkeu di Kabinet Prabowo-Gibran, Menkes Buka Suara

Menurut Suhariyanto, penyebab terjadinya kontraksi tinggi pada sektor akomodasi dan makan minum adalah tingkat penghunian hotel yang menurun 39,75 persen, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang menurun 75,03 persen dan tutupnya hotel serta restoran selama masa pandemi COVID-19.

Sebelumnya BPS mencatat perekonomian Indonesia secara kumulatif mengalami perlambatan dan terkontraksi sebesar 2,07 persen (yoy) pada 2020 sebagai imbas dari pandemi COVID-19 yang melanda hampir seluruh dunia. Meski masih terkontraksi dan tumbuh negatif, perekonomian ini menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan setelah perekonomian pada triwulan II dan III-2020 terkontraksi 5,32 persen dan 3,49 persen.

Tren yang mengalami “kenaikan” ini disebabkan oleh upaya pemerintah yang terus menerus memberikan stimulus belanja dan mengingatkan masyarakat untuk melakukan disiplin protokol kesehatan serta adanya penemuan vaksin. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *