SINGARAJA, BALIPOST.com – Di tengah pandemi Covid-19, beredar isu penyebaran Virus Nipah. Beberapa refrensi menyebutkan, virus ini bertransmisi lewat kelelawar, khususnya kelelawar buah dan babi. Mengantisipasi kemunculan virus yang dikabarkan bisa menular ke manusia ini, jajaran pemerintah daerah tidak berdiam diri.
Seperti dilakukan Dinas Pertanian (Distan) Buleleng mulai melakukan upaya deteksi dini. Salah satunya meningkatkan pengawasan aktivitas pemotongan babi. Selain itu, juga melakukan bio security dengan penyemprotan disinfektan di usaha peternakan babi yang ada.
Kepala Bidang (Kabid) Peternakan dan Kesehatan Hewan I Made Suparma Jumat (5/2) mengatakan, sejak isu kemunculan Virus Nipah, pemerintah pusat sudah menginstruksikan pemerintah daerah waspada dan melakukan langkah deteksi dini. Menindaklanjuti instruksi itu, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan para dokter hewan di setiap kecamatan yang ada. Mereka ditugaskan untuk mulai melakukan pemantauan dan meping data terkait perkembangan usaha pertenakan babi di wilayah binaan masing-masing.
Data-data lapangan ini nantinya dijadikan pedoman saat melakukan program bio security dengan penyemprotan disinfektan. Di samping itu, PPL bersama dokter hewan memberikan edukasi dan kejelasna informasi terkait isu penyebaran virus Nipah itu sendiri.
“Informasi yang disebarkan Dirjen Peternakan yang kami terima virus ini belum ditemukan di Indonesia, namun kita diminta mewaspadai. Kami rancang bio security dengan penyemprotan disinfektan melalui anggaran di APBD, dan menyarankan bagi peternak untuk menjaga kebersihan kandang dan penyemprotan disinfektan secara mandiri,” katanya.
Selain upaya itu, Suparma menyebut, deteksi dini menyasar tempat pemotongan babi skala rumah tangga dan juga di Rumah Potong Hewan (RPH). Pemantauan ini dilakukan melalui petugas Kesehatan Masyarakat Viteriner (Kesmavet). Pemantauan ini fokus pada pemeriksaan kesehatan hewan sebelum disemblih. Selain itu, kualitas daging dalam bentuk karkas juga diawasi dengan ketat, sebelum nantinya berada di pedagang pengecer di pasar tradisional.
“Karena hanya ada 1 RPH babi cuma satu, sehingga tim kesmavet ini kami terjunkan memantau pemotongan skala rumah tangga, sehingga daging dalam bentuk karkas yang beredar di pasar tradisional ini dagingnya layak konsumsi dan terbebas dari penularan penyakit dan virus berbahaya,” katanya.
Di sisi lain, Suparma mengatakan, di Buleleng tidak banyak beroperasi peternakan babi dengan skala besar yang dikelola perusahaan suwasta. Sebaliknya, di setiap kecamatan berkembang peternakan sekala rumah tangga. Ini membuat Buleleng tetap menjadi daerah penerima babi kiriman dari beberapa kabupaten di Bali dan luar Bali. Situasi ini memerlukan atensi serius untuk mengawasi lalulintas hewan ke Buleleng. Hanya saja, kewenangan dalam pengawasan ini ranahnya ada pada aparat penegak hukum, sehingga pengawasan lalulintas hewan ini lebih banyak dilakukan kepolisian dan penegak hukum terkait lain. (Mudiarta/Balipost)