Surat permintaan perlindungan hukum Desa Adat Gianyar yang disampaikan kepada Kapolda Bali. (BP/Wir)

GIANYAR, BALIPOST.com – Desa Adat Gianyar meminta perlindungan hukum ke kapolda Bali terkait, permasalahan tanah tempat dibangunnya pasar umum Gianyar seluas 1,927 hektare tersebut. Hal ini terungkap dalam surat yang dikirim pada, Senin (8/2) ditandatangani Bendesa Adat Gianyar.

Di tengah pembangunan megaproyek pasar umum Gianyar, Desa Adat Gianyar mengirimkan surat memohon perlindungan ke Polda Bali. Surat berkop Desa Adat Gianyar itu dikirimkan Senin (8/2).

Surat yang ditandatangani oleh Bendesa Adat, Dewa Made Swardana itu berisi sejumlah poin terkait kepemilikan tanah di atas proyek pasar. Surat tersebut juga ditembuskan kepada 13 pihak terkait.

Diantaranya, Kementerian Agraria; Gubernur Bali, Pangdam Udayana, Ketua DPRD Bali hingga Bupati Gianyar dan Kantor Pertanahan Gianyar. Ada 10 poin dalam surat itu.

Terdiri dari riwayat pasar. Dimulai dari Pasar Tenten. Kemudian ada pergeseran 16 krama Gianyar untuk perluasan pasar. Pada poin 10, terindikasi ada upaya ingin menguasai menjadi aset pemerintah daerah atas tanah PKD Desa Adat Gianyar.

Baca juga:  Hari Pertama, Tiga Nama Serahkan Dokumen Syarat Dukungan DPD

Bendesa Adat Gianyar, Dewa Swardana, menyatakan dua kali terjadi perpindahan rumah warga untuk keperluan perluasan pasar. Pertama ada 16 KK yang pindah ke Kampung Tinggi.

Disusul 10 KK dipindahkan ke Jalan Majapahit. “Mereka dapat pengganti tanah milik adat Gianyar. Jadi pasar adat ini dipinjam oleh Pemda. Memang bangunannya punya Pemda,” katanya.

Menurut Dewa Swardana, permasalahan muncul pada pemerintahan Made Mahayastra. “Dimana tanah adat tersebut dimasukkan ke dalam Kartu Inventaris Barang (KIB). Seharusnya yang masuk KIB itu kan hanya bangunannya saja,” katanya.

Ia menyampaikan tanah desa adat tersebut diklaim bahwa itu adalah tanah negara. “Kalau bupati dulu kan tidak pernah mempermasalahkan ini, tanah PKD ini, makanya ada MoU parkir sengol, ada perjanjian, karena kami punya tanah PKD di sana,” jelasnya.

Ini sebagai ucapan terima kasih dari Pemda, dibuatkan MoU. “Makanya diberikan MoU parkir sengol dengan pembagiannya 65 persen persen ke desa adat,” tegasnya.

Lebih lanjut dikatakannya, zaman bupati sekarang, mulai diklaim itu adalah tanah negara. “Malahan dikatakan tukar guling,” ujarnya.

Baca juga:  Banyak Terlibat Tindak Pidana, Perampok Asal Rusia Ternyata Anggota Transnational Organize Crime

Ditanya soal bukti kepemilikan tanah adat, pihaknya mengaku tanah adat dari dulu tidak ada disertifikatkan. “Secara hukum, desa adat adalah subjek hukum. Karena dia punya historis dari 26 KK yang sudah digusur, itu kan ada historis,” jelasnya.

Mengenai perlindungan hukum yang dimaksud, Desa Adat saat ini sedang melaksanakan program presiden Jokowi. Yakni mem-PTSL-kan tanah desa adat. “Pada saat yang sama juga, Pemda mengajukan permohonan hak guna pakai. Karena ini adalah permohonan dalam satu lokasi, tidak boleh,” jelasnya.

Dewa Made Swardana mengklaim hingga saat ini tidak ada kejelasan tentang penserfikatan lahan di atas pasar Gianyar. “Kami desa adat sudah bersurat ke BPN, merasa keberatan masalah permohonan dari Pemda,” sebutnya.

Seharusnya kalau memang mau hak guna pakai, dibiarkan dulu desa adat mem-PTSL-kan. “Mensertifikatkan, nanti kalau umpamanya Pemda ingin mengajukan hak guna pakai tanah desa adat itu, harus berbicara dengan desa adat,” pintanya.

Baca juga:  Puluhan APK di Klungkung Langgar Zonasi

Mengenai klaim tanah di atas pasar milik Puri Gianyar, Ia menegaskan jika Keraton Gianyar dulu berada di Kelurahan Beng. Tahun 1771, keraton pindah ke Gianyar. Sebelum pindah ke Gianyar ini, di Gianyar sudah ada masyararakat adat,” jelasnya.

Pihaknya menyayangkan, Pemda membuat legal opinion. “Dibuat oleh staf ahli. Staf ahli inikan tidak independen dan tak tahu sejarah. Dikatakan bahwa pasar tenten dulu itu pasar puri. Padahal puri itu pendatang di Gianyar,” terangnya.

Pihak desa sendiri sudah pernah melakukan mediasi. Namun, Pemda menutup pintu mediasi. “Karena itu, kami minta perlindungan hukum ke Polda. Biar Polda nanti menyelesaikan masalah ini berdasarkan musyawarah mufakat. Kalau tetap tidak terselesaikan, maka desa adat akan tetap melaksanakan sesuai hukum yang berlaku,” tambahnya.

Di bagian lain, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gianyar, Luh Eka Suary, belum bisa berkomentar soal surat desa adat ke Polda Bali tersebut. “Saya masih rapat,” ucapnya. (Wirnaya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *