Objek wisata Sangeh, Badung. (BP/Dokumen)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Kunjungan wisatawan ke Objek Wisata Alam Sangeh pascadibuka Juli 2020 kian memprihatikan. Parahnya, pendapatan dari tiket masuk ke objek wisata alam ini belum menutupi biaya pakan kera yang menjadi daya tarik wisata.

Menurut Pengelola Objek Wisata Sangeh, I Made Sumohon dikonfirmasi Senin (15/2), tak menampik perihal tersebut. Kehadiran wisatawan saat pandemi COVID-19 turun dratis dibandingkan hari-hari sebelumnya. “Kunjungan sepi, pada libur Tahun Baru Imlek juga sama seperti hari biasanya sepi pengunjung,” keluhnya.

Baca juga:  Bali Dilanda Hujan, Empat Kabupaten Laporkan Bencana

Anjloknya jumlah pengunjung telah terjadi sejak Maret 2020. Kendati terdapat kunjungan pada hari-hari tertentu, namun wisatawan yang datang merupakan warga lokal.

Padahal, saat situasi normal kedatangan wisatawan mencapai 200 orang. “Maret sudah mulai sepi, pada waktu awal mulai dibuka memang ada kunjungan, tapi hanya masyarakat lokal Bali ditambah ada beberapa tamu asing yang sepertinya masih tinggal di Bali,” katanya.

Anjloknya jumlah kunjungan wisatawan, kata Sumohon juga berdampak pada pemenuhan kebutuhan pakan kera. Pihaknya, harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan pakan kera.

Baca juga:  Jasa Marga Bali Tol Lakukan Efisiensi

“Pada saat obyek ditutup banyak donatur yang memberikan makanan monyet, setelah obyek dibuka tidak ada lagi donatur, tapi masih bisa dicover dari retribusi walaupun masih tetap minus,” terangnya.

Seperti diketahui, Objek Wisata Sangeh yang tidak jauh dari Puri Mengwi itu mempekerjakan 30 karyawan meliputi petugas loket 5 orang, kebersihan taman 11 orang, cleaning service 3 orang, petugas jaga 3 orang untung mengukur suhu tubuh dan pengarah, pemangku 2 orang petugas jaga malam 2 orang serta pengelola.

Baca juga:  Hingga Mei, Banyak Wisatawan Batalkan Kunjungan ke Denpasar

Adanya pandemi COVID-19 banyak pendapatan objek wisata sangeh yang hilang. Bahkan, per bulan mencapai Rp 300 juta, namun tetap mengeluarkan anggaran sebanyak Rp 42 juta untuk gaji dan biaya pakan kera.

Dana itu pun diambil dari dana desa yang dulu dikumpulkan dari pendapatan desa. “Sejak ditutup pertama kami sudah mengatur jam kerja karyawan. Mereka hanya bekerja lima hari sekali untuk berjaga dan memberi makan kera, sambil bersih-bersih,” pungkasnya. (Parwata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *