JAKARTA, BALIPOST.com – Pandemi COVID-19 yang mendorong penerapan pembelajaran jarak jauh bagi siswa sekolah dapat memicu kasus anak putus sekolah dan perkawinan anak. Anak putus sekolah dipicu karena anak dikawinkan atau memilih bekerja membantu perekonomian keluarga. Sebagian keluarga kehilangan pendapatan karena orang tuanya kehilangan pekerjaan sehingga anak memilih bekerja atau dikawinkan.
Demikian dikatakan Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Antara, Rabu (17/2)
“Selama pandemi COVID-19 KPAI menerima pengaduan terkait pembayaran sumbangan pembinaan pendidikan, terutama di sekolah-sekolah swasta. Kasus-kasus tersebut diselesaikan melalui mediasi dengan melibatkan dinas pendidikan setempat dan pembina sekolah-sekolah negeri maupun swasta,” katanya.
Retno mengatakan, pengaduan yang diterima KPAI terkait dengan sumbangan pembinaan pendidikan mulai dari permintaan pengurangan karena kebijakan belajar dari rumah hingga tunggakan pembayaran antara tiga bulan hingga 10 bulan.
“Pengaduan meliputi jenjang PAUD hingga SMA/SMK, baik negeri maupun swasta. Namun, yang terbanyak adalah sekolah swasta,” tuturnya.
KPAI menemukan ada 119 peserta didik yang menikah, baik laki-laki maupun perempuan, yang usianya antara 15 tahun hingga 18 tahun. Pihak sekolah mengetahui siswa menikah atau bekerja dari kunjungan ke rumah keluarga karena siswa tidak menghadiri pembelajaran jarak jauh dan tidak pernah mengumpulkan tugas.
Saat didatangi, pihak sekolah baru tahu bahwa siswa yang bersangkutan akan dikawinkan sudah dikawinkan, atau sudah bekerja. “Ada kisah inspiratif dari Kabupaten Bima dan Lombok Barat di Nusa Tenggara Barat. Sekolah berhasil membujuk siswa dan orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan yang tinggal beberapa bulan lagi ujian kelulusan. Usaha para guru tersebut patut diapresiasi,” katanya. (kmb/Balipost)