Polusi udara. (BP/Ant)

KUALA LUMPUR, BALIPOST.com – Meskipun ada pandemi covid -19, namun puluhan ribu kematian di lima kota terpadat di dunia masih disebabkan oleh polusi udara.

Aidan Farrow, seorang ilmuwan polusi udara di Laboratorium Penelitian Greenpeace di Universitas Exeter Inggris mengatakan, beberapa bulan penguncian tidak benar-benar menurunkan rata-rata polusi udara jangka panjang yang telah menerpa orang. Pihaknya mendesak pemerintah membuang bahan bakar fosil dan berinvestasi dalam pemulihan hijau, katanya, Kamis (18/2), sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Antara.

Lima kota terpadat tersebut meliputi, Delhi, Mexico City, Sao Paulo, Shanghai dan Tokyo. Polusi udara menyebabkan sekitar 160.000 kematian dan kerugian ekonomi sekitar 85 miliar dolar (Rp1,1 kuadriliun). Kelompok kampanye lingkungan Greenpeace Asia Tenggara dan perusahaan teknologi kualitas udara IQAir mengukur tingkat polusi di 28 kota. Jumlah kota tersebuut dipilih berdasarkan ketersediaan data dan penyebaran geografis.

Baca juga:  Sidang PHPU, Ganjar Ingatkan Perjuangan Pahlawan Reformasi

“Agak mengejutkan melihat seberapa banyak gejolak yang terjadi, dan kami masih memiliki pekerjaan yang harus dilakukan untuk memperbaiki polusi udara,” katanya kepada Thomson Reuters Foundation.

Polusi udara adalah risiko lingkungan terbesar bagi kesehatan manusia secara global, dan membunuh sekitar 7 juta orang setiap tahun, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sembilan dari 10 orang menghirup udara yang tercemar, yang terkait dengan serangan pembuluh darah di otak, kanker paru-paru dan penyakit jantung – dan sekarang sama dengan efek dari merokok, kata para ahli kesehatan.

Baca juga:  BAZNAS dan GoPay Kolaborasi Sukseskan "Cinta Zakat"

Masalahnya memengaruhi lebih banyak kota di Asia daripada di mana pun di dunia. Penyebab utamanya termasuk emisi kendaraan, pembangkit listrik tenaga batu bara, konstruksi, festival kembang api, pembukaan hutan, dan pembakaran tanaman, kayu bakar dan limbah.

Sementara, penguncian untuk membendung penyebaran virus corona baru di kota-kota besar telah memaksa jutaan orang bekerja dari rumah, sementara ekonomi yang melambat telah memangkas emisi karbon dioksida.

Baca juga:  Harga Properti Residensial Meningkat Pada Triwulan I-2024

“Kami telah melihat perubahan lalu lintas jalan raya, penerbangan juga, tetapi sumber utama (polusi udara) terus beroperasi sebagian besar seperti sebelumnya,” kata Farrow,

“Masalahnya sangat luas dan membutuhkan upaya multi-industri yang besar untuk mengatasinya,” tambahnya, menyerukan lebih banyak investasi dalam teknologi yang lebih bersih, energi terbarukan, dan transportasi umum listrik. (kmb/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *