Aktivitas IKM Gula Merah di Desa Besan, saat melakukan produksi. (BP/Gik)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Desa Besan, Kecamatan Dawan, Klungkung sovid-19udah lama menjadi sentra IKM (Industri Kecil Menengah) gula merah. Meski terjadi pandemi COVID-19, mereka tetap berproduksi. Warga setempat yang sebelumnya terjun ke dalam dunia pariwisata, kini juga ikut memproduksi gula merah.

Aktivitas masyarakat setempat membuktikan ekonomi warga tetap bisa menggeliat ditengah pandemi COVID-19, meski denyut ekonomi Bali saat ini turun hingga minus 12 persen lebih. Besan sejak dulu dikenal penghasil gula merah dari nira kelapa terbaik. Dengan potensi itu, warga masih bisa produktif, mengolah berbagai olahan nira, utamanya gula merah. Kemudian ada arak, tuak, dodol hingga soufenir dari gula merah.

Perbekel Besan I Ketut Yasa, Senin (22/2) mengatakan di tengah pandemi ini, banyak warga yang awalnya fokus menjadi pariwisata, pulang kampung dan menggarap pohon kelapa mereka untuk menghasilkan nira. Ini kemudian diolah menjadi gula.

Baca juga:  Implementasikan Sipandu Beradat, Kualitas SDM Desa Adat Perlu Ditingkatkan

Bahkan dulunya hanya beberapa dan para orang tua saja yang sibuk membuat gula. Namun, saat ini sudah ada sekitar 25 kepala keluarga yang kembali menekuni pembuatan gula merah.

Sisanya ada yang membuat minuman keras jenis arak yang sudah dilegalkan pemerintah Provinsi Bali. Kemudian ada pembuatan dodol dan berbagai IKM lainnya.

Agar tetap bisa bertahan, khususnya anak-anak mereka tetap bisa bersekolah. “Banyak yang beralih ke pembuatan gula, karena untuk mendapatkan hasil dari pariwisata sudah tidak mungkin. Mereka pulang membantu orang tuanya sadap kelapa. Ini bisa menutupi kebutuhan dapur mereka, disaat pandemi ini,” katanya.

Baca juga:  Gerebek Galian C, Enam Truk Ditahan Polisi Kembangkan Dugaan Pungli

Salah satu pembuat gula merah tradisional Wayan Sukeni, saat ditemui Senin (22/2) mengatakan satu kali olah dari sekitar 60 liter nira yang dipanen dari lebih dari 20 pohon kelapa, bisa menghasilkan hingga 7 kg gula merah. Prosesnya membutuhkan waktu kurang lebih lima jam setiap harinya.

Mulai dari menjaga api tetap besar dan stabil, kemudian cairan nira terus diaduk hingga menjadi gula. Bahkan untuk mencetaknya pun harus dilakukan dalam keadaan panas, untuk menghindari bahan gula ini mengental.

“Untuk harga, rata-rata Rp 25 ribu per kg. Hasil penjualan gula ini selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, yang terpenting lagi adalah untuk keberlangsungan sekolah anak-anak menutupi biaya pembelajaran daring,” katanya.

Perajin gula lainnya Luh Wirasni, mengaku ditengah pandemi ini penjualan gula merah khas Desa Besan ini masih cukup laris. Selain dari rasanya, kualitas yang sudah dikenal juga kreativitas pembuatannya juga terbilang mengikuti jaman.

Baca juga:  Trend Kesembuhan Pasien COVID-19 di Buleleng Meningkat

Ketua Wanita Tani Desa Besan ini, mengatakan saat ini selain membuat gula merah batok, ia juga menyiapkan souvenir dan gula cair yang secara khusus dibuat jika ada pesanan.

Desa Besan selama ini juga menjadi salah satu desa wisata di Bali, dengan pemandangan alamnya yang masih asri. Kegiatan IKM pembuatan gula di desa ini menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan yang datang.

IKM setempat melihat peluang ini dengan menyiapkan souvenir. Keindahan alam desa ini, membuat banyak wisatawan tertarik datang, walaupun lokasinya cukup jauh dari pusat Kota Semarapura. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *