DENPASAR, BALIPOST.com – Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis angka pengangguran Agustus 2020. Mengingat dunia usaha di Bali lebih dari 50 persen sangat bergantung pada pariwisata, “badai” pandemi Covid-19 ini tidak hanya berdampak pada dunia usaha tapi juga menghantam para pekerjanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan pengangguran 5,63% pada Agustus 2020 dibanding Agustus 2019. Pengangguran yang tercipta karena dampak Covid-19 sebanyak 98,18 ribu orang, pengangguran yang tercipta karena Covid-19 namum belum masuk angkatan kerja (BAK) sebanyak 34,51 ribu orang, tidak bekerja karena Covid-19 ada sebanyak 72,19 ribu orang, sedangkan penduduk yang bekerja mengalami pengurangan jam kerja ada sebanyak 648,25 ribu orang.
Kepala BPS Bali Hanif Yahya didampingi Koordinator Fungsi Neraca Wilayah dan Analisis BPS Bali Kadek Muriadi mengatakan, pengangguran yang tercipta terindikasi merupakan pekerja pariwisata karena melihat data yang lebih banyak menganggur adalah lulusan DI, DII, DIII dan SMK yang memiliki skill khusus. “Tenaga kerja dengan skill khusus di Bali adalah orang-orang pariwisata,” ujar Hanif Yahya, belum lama ini.
Angka pengangguran yang dihitung berdasarkan tidak bekerja selama minimal 1 jam per hari berturut-turut, di luar perhitungan itu disebut menganggur. Yang menjadi perhatian, kata Hanif Yahya, adalah kualitas kerja.
Mereka yang masih bekerja dalam situasi pandemi ini kemungkinan mengalami penurunan pendapatan akibat bekerja dari rumah, dirumahkan, bekerja secara bergilir, bahkan di-PHK yang berakibat pada pendapatan. Akhirnya, mereka beralih bekerja ke sektor lain seperti pekerja serabutan di bidang pertanian yang pendapatannya lebih kecil dari pendapatan utamanya. “Memang mereka bekerja tapi hasilnyan tidak sebesar dari pendapatan mereka bekerja di hotel,” tegasnya.
Sementara itu, masalah baru muncul dengan masuknya angkatan kerja baru mendekati bonus demografi. Kondisi ini membuat angkatan kerja lama dengan usia tidak memungkinkan mendapatkan pekerjaan baru di perusahaan baru, menjadi sumber pengangguran baru. Hanif Yahya menilai, Bali harus pintar memanfaatkan peluang yang ada. Seperti adanya peluang dipilihnya Bali sebagai tempat pelaksanaan event internasional maupun nasional.
Masyarakat Bali harus mendukung dengan taat protokol kesehatan (prokes) dan menyukseskan program vaksinasi agar cakupan vaksinasi segera tercapai 70%. “Kegiatan MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition-red) seperti rapat-rapat tingkat internasional di Bali, contohnya Bali Democrasy Forum yang anggotanya dari negara luar, biasanya diadakan di daerah Nusa Dua. Ini berdampak positif bagi Bali karena salah satu yang dapat menarik kunjungan wisatawan berkualitas,” ujarnya.
Hanif Yahnya menambahkan, kedatangan orang luar ke Bali ini terlihat dari angka pertumbuhan Bali secara qtq pada triwulan 4 2020 yang tumbuh 0,94%. Tahun ini dan tahun depan Bali telah dibidik untuk tempat pelaksanaan Seri MXGP dan tahun 2022 Bali juga dipilih sebagai tempat pelaksanaan KTT G20.
Dampak positif lainnya adalah upaya untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa tempat wisata di Bali telah menerapkan prokes yang ketat, sehingga bisa sebagai promosi gratis.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bali I Made Ariandi mengatakan, dunia usaha di Bali memang lebih banyak bergerak pada bidang usaha pariwisata, sehingga banyak tercipta pengangguran dengan adanya pandemi Covid-19. Namun, Kadin Bali juga memiliki anggota yang bergerak di bidang non pariwisata seperti jasa keuangan, konstruksi, pertambangan, industri kreatif, perdagangan, tekstil, garmen, dan lain-lain.
Bidang-bidang ini hendaknya dikembangkan dan difasilitasi untuk berkembang, agar demand akan produknya meningkat. Dengan begitu, usaha ini akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak lagi bahkan menciptakan lapangan kerja baru dengan demand datang dari skup lokal dan nasional. “Demand Indonesia tidak kalah besar dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta. Tidak kalah besar pasar kita,” tegasnya.
Selain itu, kata dia, segmen UMKM (sektor riil) yang disebut paling berdampak dari pandemi ini diharapkan kreatif dan inovatif dalam menjalankan usahanya di masa pandemi. “Manfaatkan teknologi untuk berbisnis dan memperbesar demand. Saya juga meminta masyarakat mendukung dunia usaha dengan taat prokes dan menyukseskan vaksinasi agar border segera dibuka dan ekonomi kembali menggeliat,” katanya. (Citta Maya/balipost)
semoga sektor pariwisata bali bisa segera pulih..