AMLAPURA, BALIPOST.com – Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali memberikan pembinaan terhadap perajin arak berbahan gula pasir di Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Selasa (2/3). Dalam pembinaan, diminta agar perajin membuat arak berbahan tuak atau berem alami.
Kepala Disperindag Provinsi Bali, I Wayan Jarta mengatakan, pembinaan dilakukan kepada perajin arak berbahan gula pasir ini, agar para perajin membuat arak memakai bahan tuak tanpa dicampur dengan bahan yang lainnya. Pasalnya, sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Minuman Permentasi atau Destilasi Khas Bali, khusnya pada Bab II terkait perlindungan, pemeliharaan, dan Pemanfaatan, memang yang dilindungi, bagi perajin arak yang bahan bakunya tuak, brem, arak Bali, produk artisanal.
“Kalau diluar bahan itu, artinya tidak mendapat perlindungan dari Pergub ini,” ucapnya, sembari menyatakan, dengan keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang juga mengatur investasi industri minuman keras (miras).
Jarta menambahkan, Pergub Nomor 1 Tahun 2020 ini, arahnya adalah untuk memperhatikan budaya dan kearipan lokal setempat. Karena, dengan perlindungan bagi perajin arak berbahan baku tuak ini, salah satu upaya untuk melindungi budaya lokal yang sudah diwariskan oleh para leluhur yang meski terus dijaga dan dilestarikan. Kalau pembuatan arak memakai bahan baku gula pasir, maka kedepannya warisan itu bakal pudar.
“Kalau perajin membuat arak dari gula dan bahan kimia yang lainnya, maka kedepannya akan sangat berdampak pada masyarakat yang bergelut sebagai perajin arak berbahan tuak. Karena, kalau membuat arak berbahan gula semakin bayak, jelas produk perajin arah berbahan tuak tidak terserap. Karena akan ada persaingan harga, mengingat arak berbahan gula jauh lebih murah ketimbang arak berbahan alami tuak,” Katanya.
Melihat kondisi ini, pihaknya meminta kepada perajin arak yang memakai gula pasir, supaya kedepannya tidak lagi membuat arak berbahan gula dan bisa kembali mengikuti warisan memakai tuak alami tanpa campuran apa-apa. Sebab, bahan arak berbahan gula dicampur dengan ragi, pengembang kue. “Jelas dengan pemakaian gula, ragi, dan pengembang kue ini tidak dilindungi oleh pergub. Karena yang dilindugi, adalah arak berbahan baku tuak dan berem. Bila nantinya, masih ada perajin yang membuat arak memakai gula, maka nantinya bakal segera dilakukan penertiban,” jelasnya.
Sementara perajin arak di Banjar Bingin, Desa Datah, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, I Nyoman Merta, mengatakan, kalau sebelumnya pihaknya membuat arak berbahan baku tuak. Hanya saja, mengingat mulai kesulitan bahan baku tuak, makanya pihaknya mulai membuat arak berbahan baku gula. “Saya baru tiga bulan menjadi perajin arak. Sebelumnya saya mebuat arak berbahan alami tuak. Karena, mulai kesulitan bahan baku, makanya sekarang saya membuat arak memakai gula,” jelasnya.
Merta menambahkan, pihaknya sangat setuju bila ada arahan yang diberikan. Dirinya, sangat setuju bila dikembalikan pembuatan arak memakai bahan baku tuak alami. Hanya saja, bila nantinya ditertibkan, semua perajin arak berbahan gula ini jangan diijinkan beroperasi. “Saya hanya ingin kepastian dan keadilan. Karena saya tidak ingin, pengusaha yang menggeluti perajin arak berbahan gula malah dibiarkan. Sedangkan, saya yang menjadi perajin baru malah dilarang, jelas saya merasa keberatan,” tegas Merta. (Eka Prananda/Balipost).