Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Adanya pelaksanaan “nyipeng” serangkaian pelaksanaan nyepi tahun lalu yang dilakukan untuk memutus penyebaran COVID-19 membuat masyarakat khawatir kebijakan sejenis akan dilaksanakan tahun ini. Bahkan sudah ada isu beredar bahwa Nyepi tahun ini akan diperpanjang menjadi 3 hari.

Namun, isu tersebut dibantah oleh Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si. Ia menegaskan bahwa Nyepi tetap dilaksanakan satu hari penuh pada Minggu, 14 Maret 2021.

“Tidak benar isu Nyepi dilakukan selama 3 hari. Nyepi hanya satu hari saja sesuai Surat Edaran Bersama tentang Pelaksanaan Rangkaian Nyepi Tahun Saka 1943 di Bali dari PHDI Bali dan MDA Bali,” tegas Prof. Sudiana, Kamis (4/3).

Baca juga:  Kabar Baik! Bali Catatkan Tambahan Pasien Sembuh di Atas 250 Orang

Prof. Sudiana, mengatakan tidak mungkin ada yang berani mengubah pelaksanaan hari Raya Nyepi yang telah diatur selama satu hari di Bali. Sebab, aturan ini sudah tercantum dalam lontar sastra, serta dresta yang sudah berjalan.

Bahkan, mengenai aturan saat hari raya Nyepi Maret 2021 telah diatur dalam Surat Edaran Bersama PHDI Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali Nomor 009/PHDI-Bali/2021 – Nomor 002/MDA-Prov Bali/2021 tentang pelaksanaan Nyepi Tahun Saka 1943 di Bali. Surata Edaran Bersama ini ditandatangani secara resmi oleh Gubernur Bali Wayan Koster, Ketua PHDI Bali, Prof. Sudiana, dan Bendesa Agung MDA Provinsi Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet pada Selasa, 9 Januari 2021 lalu.

Baca juga:  KPU Bangli Tetapkan 233 Caleg Berebut 30 Kursi di DPRD

Pada kesempatan ini, Prof. Sudiana juga mengingatkan kembali bahwa ogoh-ogoh pada Nyepi kali ini tetap ditiadakan. Tujuannya untuk menghindari kerumunan massa guna mencegah munculnya klaster baru penyebaran Covid-19.

Ini telah diatur pada poin ke-6 dalam SKB PHDI dan MDA Provinsi Bali. Sebab, pengarakan ogoh-ogoh bukan meruoakan rangkaian wajib hari suci nyepi. Oleh karena itu, pengarakan ogoh-ogoh pada hari Suci Nyepi Tahun Saka 1943 ditiadakan.

Sementara itu, terkait beberapa desa adat di Bali menggelar melasti “ngubeng”, Rektor UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar ini, mengatakan bahwa upacara melasti “Ngubeng” boleh dilakukan oleh desa adat yang wilayahnya masuk dalam zona merah penyebaran COVID-19.

Baca juga:  KUR Jadi Mesin Penggerak Ekonomi Bali

Bahkan, dalam sastra “ngubeng” dibenarkan dan boleh dilakukan menyesuaikan dengan situasi kondisi, seperti situasi dan kondisi pandemi COVID-19 saat ini. Sementara itu, bagi desa adat yang melaksanakan melasti agar membatasi jumlah peserta yang ikut dalam prosesi paling banyak 50 orang dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan (Prokes) secara ketat. Apalagi, aturan rangkain Melasti telah diatur dalam Surat Edaran Bersama PHDI dan MDA Bali pada poin ke-7. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *