Oleh I Kadek Darsika Aryanta
Peta jalan pendidikan yang dirumuskan kementrian pendidikan dan kebudayaan tahun 2021 perlu lebih banyak mendapat perhatian kita bersama. Penyususnan peta jalan pendidikan ini tentu saja harus disusun secara komprehensif dan didiskusikan dengan lembaga yang terkait untuk membangun membangun pendidikan Indonesia menjadi lebih baik lagi. Peta jalan yang dirumuskan kali ini masih berpusat mengenai pemecahan permasalahan guru dan terobosan kompetensi utama pendidikan kedepannya.
Hal ini patut diapresiasi bersama karena selama ini kompleksitas masalah guru sangatlah pelik. Mengurai permasalahan guru seperti mengurai benang kusut yang basah. Sangat pelik memang, namun demikian semangat optimisme dari menteri Nadiem Makariem bersama dengan dirjen GTK, memberikan peluang perbaikan permasalahan guru ini di masa mendatang. Permasalah ini bisa dimulai dari hulu ke hilir. Dimulai dari proses perekrutan calon-calon guru di LPTK, sampai pada proses pengembangan profesi guru dan isu kesejahteraannya.
Harus diakui bersama bahwa kualitas pendidikan di Indonesia sangat bertumpu kepada guru karena dalam konsep Merdeka Belajar sistem pendidikan untuk membangun kompetensi utama itu harus diutamakan pada orientasi kompetensi lulusan yang berkualitas. Selanjutnya dalam usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan tersebut kita harapkan pendekatan dalam pedagogi dari seorang guru menggunakan pendekatan heterogen.
Problematika mengenai guru dari hilir dapat dilihat dari minat dan kompetensi siswa yang akan menjadi calon guru selama ini masih dalam kategori yang minim. Selama ini jurusan keguruan masih dijadikan sebagai pilihan kedua. Untuk itu diperlukan seleksi yang baik agar calon mahasiswa baru yang ingin Masuk ke LPTK harus memiliki nilai akademik dan juga karakter yang terbaik. Apabila LPTK mampu menjaring siswa-siswi terbaik maka diharapkan mendapatkan calon calon guru yang terbaik nantinya.
Setelah kuliah di LPTK, calon guru ini diharapkan mampu untuk menempuh pendidikan profesi guru (PPG). Sampai sekarang permasalahan PPG masih perlu di reformasi kembali agar bisa dicarikan solusi yang tepat.
Proses untuk perekrutan pendidikan profesi guru dalam jabatan masih terkendala pada Kuota yang terbatas. Selama ini masih terdapat dualisme PPG yang menjadi sistem suplai yang tidak efisien. Cakupan pendidikan guru meliputi program sarjana pendidikan dan PPG.
Program S1 menghasilkan sekitar Rp300.000 setiap tahun sedangkan program PPG prajabatan hanya menghasilkan 27000 lulusan dalam waktu 15 tahun. Sehingga ketimpangan sistem suplai yang tidak efisien ini menyebabkan adanya penumpukan sarjana pendidikan banyak yang menganggur.
Sebagai langkah terobosan baru dalam menggatasi permasalahan ini, untuk perekrutan Pendidikan profesi guru dalam jabatan sebaiknya dilakukan di sekolah saja karena dengan adanya pendidikan profesi guru dalam jabatan di sekolah maka guru tersebut akan lebih fokus untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada di sekolah baik itu dalam problem solving yang ada di sekolah maupun pemberian proyek-proyek yang menarik dan juga inovatif kepada siswa-siswa. Selama ini yang terjadi adalah pendidikan profesi guru dalam jabatan masih sangat tergantung pada kuota LPTK, sehingga pergerakan untuk pendidikan profesi guru masih sangat lambat.
Untuk meningkatkan transformasi pendidikan profesi guru dalam jabatan tentu saja harus dilakukan berbagai macam cara seperti adanya pengembangan sistem pembelajaran dan asesmen yang mandiri dalam pelaksanaan PPG dalam jabatan. Semua guru langsung mengikuti proses PPG dalam jabatan tanpa adanya syarat kuota.
Ke depannya proses pembelajaran PPG dalam jabatan dilakukan dengan pendekatan problem Based Learning dan Project Based Learning untuk menjalankan proses pembelajaran ini guru akan didampingi satu instruktur PPG dari perguruan tinggi dan satu instruktur PPG dari praktisi guru. Proses pembelajaran PPG dalam jabatan dilakukan di sekolah yang bersangkutan Karena untuk meningkatkan efisiensi dan juga berfokus untuk untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di sekolah.
Kembali pada arah kompetensi utama dalam pendidikan kedepan dalam pengembangan pendidikan profesi guru harus berorientasi kepada Ada latihan praktek. Karena dengan adanya pengembangan keprofesian berkelanjutan yang berorientasi pada praktek tentu saja akan mampu lebih aplikatif dan jika akan mampu menyentuh peningkatan kompetensi guru dalam pelatihan-pelatihannya.
Selain itu juga dalam penilaian kinerja guru sebaiknya dinilai secara lebih holistik. Selama ini yang terjadi adalah penilaian kinerja guru masih hanya bersifat administratif dan juga hanya berdasarkan dua kompetensi saja yaitu kompetensi pedagogik dan juga kompetensi profesional. Kompetensi sosial dan kepribadian masih belum ada instrumen yang dugunakan untuk menilai padahal dua Kompetensi ini sangatlah penting untuk pengembangan sekolah kedepannya.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah manajemen sekolah yang kolaboratif dan kompetensi serta komunitas yang terlibat Hebat dalam pengembangan pendidikan bisa menjadi lebih bagus lagi. Sekolah kedepannya bisa sebagai tempat kegiatan yang menyenangkan di mana siswa dan juga guru mampu membangun Sinergi yang positif di sekolah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga aspek-aspek yang lain sebagai miniatur dari kegiatan bermasyarakat.
Kompetensi utama pendidikan lainya adalah kurikulum. Definisi pengembangan kurikulum tentu saja arah dari perkembangan kurikulum ini harus lebih fleksibel lagi. Selama ini masih kurikulum yanga da di sekolah menengah masih bersifat linier. Untuk itu diperlukan penyesuaian dengan kemajuan zaman yang ada. Kompetensi utama lainya dalam pendidikan adalah penilaian. Penilaian yang harus dilakukan oleh guru adalah Pendekatan pada penilaian bersifat formatif. Penilaian formatif akan mampu menilai kemampuan siswa secara lebih objektif dan menyeluruh. sehingga didapatkan kualitas siswa yang mumpuni di kala Indonesia emas 2045.
Penulis Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN Bali Mandara