NEGARA, BALIPOST.com – Pro kontra pembangunan jalan tol yang melewati Kabupaten Jembrana terjadi. Sejumlah elemen masyarakat menentang pembangunan jalan Tol Gilimanuk-Mengwitani tersebut.
Sejumlah relawan Dharma Dekorda Jembrana Puskor Hindunesia, didampingi jajaran Dekorwil Bali dan Dekornas mengaku siap untuk berdebat dengan Bupati Jembrana, I Nengah Tamba. Dalam pertemuan di Petanahan, Minggu (7/3), para relawan dharma Jembrana yang sebagian besar adalah aktivis lingkungan, membahas beberapa agenda penting termasuk isu pembangunan jalan Tol tersebut.
Ketua Dekorda Jembrana, Made Mike Adnyana, mengatakan bahwa penolakan mereka lebih kepada melihat kepentingan menjaga konsistensi pembangunan berlandaskan Tri Hita Karana. Sehingga apapun pembangunan yang dilakukan harus memperhatikan aspek Parahyangan, Palemahan dan Pawongan.
Jangan hanya satu aspek saja. “Karena itu kami melalui berbagai survey dan kajian independen menolak pembangunan jalan tol ini. Tak ada untungnya bagi masyarakat Bali dan Jembrana pada khususnya” kata Mike.
Dalam diskusi tersebut terungkap, Bali memang harus dikecualikan untuk pembangunan infrastruktur sepeti jalan tol itu. Selain pulau Bali itu sempit dalam luasan lahan, juga memiliki keterbatasan daya tampung dan daya dukung alam.
Tak bisa serta merta disamakan dengan pulau pulau lain di Indonesia. Ada banyak alasan yang mereka sampaikan, termasuk solusi dalam mengatasi permasalahan kemacetan, jarak tempuh dan ekonomi masyarakat Jembrana.
Justru perekonomian Jembrana akan merosot jika dipaksakan pembangunan itu.
Sementara itu, Ketua Umum Dekornas Puskor Hindunesia, yang asli Jembrana, Dr. (HC). Ida Bagus K Susena menambahkan bahwa tak semua program pembangunan nasional dari pusat itu harus diterima. Karena Bali memiliki konsep pembangunan integral, yang memadukan antar unsur sekala dan niskala, dimana antara Parahyangan, Pawongan dan Palemahan terkait satu dengan yang lainnya.
Contoh, ketika akan memanfaatkan lahan yang melewati wilayah tertentu, harus berpikir tentang bagaimana menjaga kesucian, menjaga tatanan adat budaya serta harmonisasi alam yang ada. Susena menekankan pentingnya pemahaman Tri Hita Karana secara baik dan benar.
Karena modal utama Bali terletak pada keseimbangan ketiga unsur Tri Hita Karana itu. Salah satu saja timpang, yang lain akan rusak dan terdampak.
Rencananya resume dari pertemuan kemarin akan disampaikan ke pihak-pihak pemegang otoritas kebijakan baik di Jembrana, Provinsi Bali maupun Pemerintah Pusat di Jakarta. (Surya Dharma/balipost)