DENPASAR, BALIPOST.com – Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro yang dilanjutkan hingga 22 Maret diklaim efektif menurunkan angka kasus. Hal ini diungkap Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Nasional, Prof. Wiku Adisasmito saat memberikan keterangan perkembangan penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Selasa (9/3) disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Dipantau dari Denpasar, Prof. Wiku mengatakan perkembangan kasus aktif COVID-19 di Indonesia belakangan ini, menunjukkan penurunan. Dalam mengendalikan pandemi, lanjutnya, penting melihat perkembangan kasus aktif yakni penderita COVID-19 yang ada di tengah masyarakat.
Ia mengatakan jumlah kasus positif dapat menilai tingkat penularan, sedangkan kasus aktif memberikan gambaran jumlah kasus yang harus ditangani. “Perkembangan kasus aktif dan kasus positif, sama-sama penting untuk kita pantau,” jelasnya.
Jumlah kasus aktif dalam angka, menunjukkan seberapa besar masalah yang ada. Jika melihat grafiknya, angka kasus aktif di Indonesia meningkat secara perlahan sejak kasus pertama dilaporkan pada Maret 2020 lalu, hingga minggu kedua Juli 2020.
Pergerakannya cenderung stabil hingga minggu keempat Agustus 2020. Namun kasus aktif kembali meningkat hingga Minggu kedua Oktober 2020, yang disebabkan adanya periode libur panjang pada bulan Agustus 2020.
Menyikapi hal ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada saat itu menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dimana provinsi ibukota ini penyumbang terbesar kasus aktif saat itu. Dan Kebijakan PSBB saat itu sempat menurunkan penambahan kasus positif.
Namun, tidak demikian pada kasus aktif yang disebabkan karena kasus aktif tidak hanya terdiri dari kasus baru. Melainkan juga kasus lama yang belum sembuh atau masih dalam perawatan.
Selanjutnya, terjadi penurunan pada minggu kedua Oktober, yang bertahan hingga minggu pertama November 2020. Setelah itu angkanya terus meningkat secara signifikan hingga minggu pertama Februari 2021.
Peningkatan tajam dalam kurun waktu ini, terdapat dua periode libur panjang yang dilalui. Yakni pada akhir Oktober dan awal November, serta libur Natal dan Tahun Baru akhir Desember 2020.
Setelah melewati puncaknya pada awal Februari 2021, kasus aktif berangsur menurun hingga saat ini, mencapai 16 persen. Dan dampak ini baru dirasakan pada minggu kedua Februari 2021, atau jeda lima minggu sejak penerapan PPKM. “Ini (dampaknya) membutuhkan waktu lebih lama, bahwa dampak positif (baik) dari intervensi kebijakan baru, akan terlihat setelah 4 minggu intervensi berlangsung pada kasus positif dan 5 Minggu untuk kasus aktif,” imbuh Wiku.
Dan penurunan kasus aktif ini juga berkat peran penting posko di tingkat desa dan kelurahan. Posko berperan efektif karena dapat mengidentifikasi langsung penderita COVID-19 di wilayahnya. Juga langsung berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan untuk penanganan sesuai standar dan penderita COVID-19 menjadi sembuh. “Pada prinsipnya, PSBB dan PPKM untuk mengendalikan penularan COVID-19. PPKM Mikro yang saat ini berlaku merupakan bentuk inovasi hingga ke level yang sangat kecil dan kesuksesan bergantung pada peran aktif masyarakat di tingkat RT/RW-nya,” lanjut Wiku. (Diah Dewi/balipost)