JAKARTA, BALIPOST.com – Kemampuan Indonesia dalam mendeteksi varian baru virus SARS- Cov-2 masih tertinggal bila dibandingkan negara lain. Hal ini diakui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam agenda Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, di Jakarta, Senin (15/3), dikuti dari kantor berita Antara.
“Strategi untuk testing dan tracing varian baru sudah kita galakkan sejak Januari, karena dalam setahun kita baru menghasilkan 172 testing sekuensing genomik (pengurutan DNA), sehingga kalau ada varian baru sulit teridentifikasi, padahal di beberapa negara sudah 10.000 testing setahun,” katanya.
Upaya percepatan mendeteksi varian baru pun dilakukan melalui kerja sama Badan Litbang Kesehatan dan 16 laboratorium lainnya di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi Kemenristek/BRIN). “Kita tingkatkan dalam bentuk jaringan laboratorium dengan Kemenristek/Brin di 8 Januari 2021, sehingga jaringan meningkat dan testing genom sekuensing meningkat,” katanya.
Hasilnya, Kemenkes berhasil mendeteksi varian baru asal Inggris B117 di enam daerah di Indonesia. Dua kasus akibat penularan di Saudi Arabia dan sisanya melalui transmisi lokal. Berdasarkan hasil tindak lanjut terhadap potensi penyebaran virus B117, kata Budi, seluruhnya telah terkonfirmasi negatif. “Kita sedang perketat dan memperbanyak sampel genom sekuensing dengan memanfaatkan seluruh jaringan laboratorium yang ada di kami dan Kemenristek,” katanya.
Budi menambahkan upaya lainnya dalam meminimalisasi laju kasus penularan COVID-19 dengan cara mengintensifkan penggunaan rapid antigen sesuai rekomendasi Lembaga Kesehatan Dunia WHO.
Kegiatan itu ditargetkan satu per 1.000 penduduk atau setara 40.000 penduduk per hari. Hasilnya diupayakan keluar kurang dari 24 jam. “Kita sudah keluarkan Permenkes mengenai penggunaan trapid antigen sesuai rekomendasi WHO,” katanya.
Untuk target pendeteksian secara dini penyakit sebanyak 15-30 kontak erat per kasus terkonfirmasi harus diidentifikasi dalam 72 jam. Untuk mencapai target itu, Kemenkes menjalin kerja sama dengan 80.000 personel Babinsa dan Bhabinkamtibmas di seluruh desa/kelurahan.
“Kita sadari tracing kita kurang sekali. Rekomendasi WHO dibutuhkan 30 orang per 100.000 atau sekitar 80.000 tracer dibutuhkan sejak kemarin. Kita kerja sama dengan TNI-Polri mendidik tenaga Babinsa dan Bhabinkamtibmas. Sekarang sedang dijalankan di Puskesmas,” katanya. (Kmb/Balipost)