SINGARAJA, BALIPOST.com – Mantan Sekda Buleleng, Dewa Ketut Puspaka, Jumat (19/3), mengembalikan uang senilai Rp 923.400 juta rupiah terkait kasus dugaan kerugian uang negara akibat sewa rumah jabatan (rumjab) Sekda Buleleng. Ia pun mengatakan pengembalian uang sewa rumjab ini dilakukan murni karena itikad baik.
Pihkanya tidak ingin dari perjalanan kasus ini menyebabkan munculnya kerugian negara. Selain itu, ketika menjalani pemeriksaan, tim penyidik dari KejaksaanTinggi (Kejati) Bali mengkonfirmasi terkait kesadaran untuk mengembalikan uang sewa rumjab tersebut.
Ia kemudian menyatakan sepanjang kebijakan sewa rumjab Sekda melanggar regulasi yang mendasari, dirinya siap mengembalikan uang sewa rumjab itu. “Saya waktu diperiksa oleh penyidik bersama Pak Wakil Bupati (dr. Nyoman Sutjidra, Sp.Og, red). Muncul pertanyaan penyidik terkait pengembalian, dan saya katakan siap mengembalikan kalau sewa rumjab ini melanggar regulasi,” jelasnya.
Saat itu, lanjut Puspaka, hanya Sutjidra yang mengembalikan uang sewa Rumjab. “Dan sekarang saya ikuti jejak beliau menyetor, sehingga saya perlu mendapat perlakuan sama di mata hukum,” katanya.
Terkait dengan kronologis dan payung hukum sewa rumjab, Puspaka menyebut, sewa rumjab ini mengikuti regulasi dari tingkat Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) sampai dengan regulasi di tingkat daerah. Acuan utamanya adalah Peraturan Mentri Dalam Negeri (Permendagri) No. 7 Tahun 2006.
Kemudian regulasi di daerah sendiri adalah Surat Keputusan (SK) Bupati Buleleng mengatur tentang Perubahan Status Rumah Pribadi Menjadi Rumjab Sekda. SK Bupati ini diterbitkan setiap tahun.
Secara logika hukum, dengan penetapan itu, rumah pribadinya itu dialihkan sebagai Rumjab Sekda. Terkait, alokasi anggaran dilakukan melalui pembahasan APBD di DPRD Buleleng hingga dokumen keuangan itu dijabarkan.
Dalam penjabaran pelaksanaan ini, nilai sewa Rumjab dihitung oleh appraisal independen. Di mana saat itu nilai sewa ditetapkan Rp 15.500.000 per bulan.
Dari nilai sewa oleh appraisal itu kemudian diajukan dalam proses penganggaran melalui lembaga penagadaan barang dan jasa. Tidak cukup itu, pemerintah daerah pada 2013 meminta fatwa ke Kemendagri untuk mempertegas kembali terkait pelaksanan sewa rumjab tersebut.
Hasilnya, fatwa tersebut turun dengan sejumlah regulasi pendukungnya. Dengan kondisi ini, Puspaka memastikan tidak ada rekayasa yang dilakukan dengan kewenangannya pada saat menjabat sebagai Sekda. “Penyewaan rumjab ini sesuai Permendagri, kemudian proses di daerah melalui penjabaran APBD dan nilai dihitung appraisal independen, kemudian kita minta fatwa dan diizinkan menyewa, sehingga proses itu berjalan,” paparnya.
Ia mengaku tidak mengerti kenapa hanya dirinya yang dipersoalkan. “Padahal sebelum dari saya hal yang sama dilakukan. Dalam prosesnya tidak ada rekayasa, apalagi unsur memperkaya diri sendiri tidak ada hal itu,” tegasnya.
Di sisi lain Puspaka menyarankan agar pemerintah daerah segera membangun rumjab untuk Wakil Bupati dan Sekda. Meskipun dengan kondisi keuangan pemerintah sedang sulit, namun dari perjalanan kasus yang menimpanya itu, ia tidak ingin kasus yang sama dialami oleh pejabat yang masih aktif, juga bagi pejabat yang sebelumnya.
Kejati Bali sedang membidik dugaan korupsi sewa rumah jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Buleleng. “Ini diduga ada penyimpangan anggaran keuangan Pemkab Buleleng. Sehingga kerugian ditaksir mencapai Rp 800 juta,” ucap Asintel Kejati Bali, Zuhandi didampingi Aspidsus Agus Eko Purnomo dan Kasipenkum A.Luga Harlianto, dalam keterangan persnya, Rabu (17/3).
Lebih jauh dijelaskan, bahwa dalam APBD Kabupaten Buleleng Tahun 2014 hingga Tahun 2020, terdapat anggaran sewa rumah jabatan Sekda Kabupaten Buleleng. Dalam kasus ini, berdasarkan data dalam SP2D ditemukan kerugian negara dalam hal kegiatan sewa rumah jabatan Sekda Buleleng sebesar Rp 836.952.318. (Mudiarta/balipost)