Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. (BP/Istimewa)

Oleh Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.

Memang benar sekali bahwa hidup adalah sebuah pilihan. Apapun yang kita pilih, itu semua akan berpulang kepada pribadi masing-masing. Pilihan tersebut dapat tercermin dari kinerja, perbuatan, perilaku dan sikap yang dilakukan oleh seseorang.

Selanjutnya yang memberikan penilaian bukan terletak pada diri sendiri semata, namun orang lain yang mencermati apa yang telah diperbuat, sebab ada aturan-aturan sosial yang juga harus dijunjung tinggi ketika sebuah aksi dilakukan. Yang pasti sebuah aksi akan dianggap baik dan benar bila sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, tetapi bila bertentangan tentu itu bukanlah sebuah perbuatan terpuji.

Fenomena yang sedang digandrungi yang menjadi tren berbagai kalangan belakangan adalah membuat konten viral. Membuat konten viral, bila isinya menghibur dan mendidik akan sangat bermanfaat bagi masyarakat, namun bila isinya dibuat sedemikian rupa tanpa memperhatikan etika, etiket, dan estetika, apalagi dibuat dengan mengganggu orang lain dan aturan, ini tentu tidak berdampak bagus.

Seperti contoh yang baru-baru ini terjadi, demi untuk viral, sekelompok anak muda membuat konten di jalan raya, yang notabene mengganggu lalu lintas dan keselamatannya sendiri. Ini tentu bukan merupakan aksi yang baik, apalagi berguna. Ada pula konten yang dibuat sengaja ‘mengerjai’ orang lain dengan berbagai alasan ‘prank’ (lelucon).

Baca juga:  Memberdayakan Nilai-nilai Kepahlawanan

Bercanda tentu bagus, tapi kalau bercanda berlebihan sampai rela menyakiti perasaan orang, tentu ini tidak baik dan tidak beretika, seperti kasus seorang ibu di ‘prank’ sekelompok anak muda lainnya dengan memberikan bantuan sembako yang berisikan sampah. Ini sungguh suatu fenomena unik yang tidak bisa dianggap wajar. Fakta-fakta tersebut mengindikasikan ada sebagian masyarakat yang adiktif untuk menjadikan produk konten yang dibuat viral. Adiksi mengandung makna ketergantungan atau kecanduan melakukan sesuatu secara terus-menerus agar mendapatkan sesuatu kesenangan berlebih.

Layaknya seorang yang kecanduan alkohol, masyarakat juga dapat menjadi kecanduan membuat konten demi mendapatkan sebuah kesenangan berlebih, yakni konten yang dibuat menjadi viral. Bila landasan menjadi viral tersebut adalah keunikan dari apa yang dibuat tanpa mengesampingkan etika, etiket, dan aturan, tentu konten tersebut akan layak dikonsumsi masyarakat luas. Namun, bila sebaliknya, adiksi viral ini dapat menjadi sebuah pelanggaran atau bahkan kejahatan.

Baca juga:  Ekonomi Biru, Solusi Perkuat Ketahanan Pangan

Bila kita menyalahkan teknologi, tentu itu tidak tepat. Sebab, teknologi hanyalah merupakan alat, yang diciptakan oleh menusia sebagai hasil dari pendidikannya yang hebat. Kecerdasan intelektual sang pencipta teknologilah yang menyebabkan teknologi tersebut ada. Teknologi yang sedemikian pesat berkembang dalam bentuk berbagai peralatan sudah barang tentu dibuat dengan tujuan positif, yakni menjadi alat yang mampu membantu memperlancar dan mempermudah tugas manusia. Namun, bila pemanfaatannya tidak sesuai apalagi melanggar aturan, hal ini akan berdampak pada gangguan masyarakat dan dapat pula kena sanksi undang-undang ITE.

Dalam memanfaatkan teknologi, khususnya teknologi informasi, kita hendaknya selalu menggunakan nalar dan hati, apakah yang kita lakukan dengan teknologi itu sudah tepat dan benar serta beretika dan beretiket. Pemanfaatan teknologi yang kurang tepat, tidak benar, dan tidak beretika dan beretiket ini dapat menganggangu orang lain dan masyarakat luas.

Banyak kegaduhan, kekacauan, dan bahkan perang dapat terjadi bila kita tidak senonoh menggunakan teknologi. Oleh karena itu, kita hendaknya mengontrol pemanfaatan teknologi itu sendiri, jangan sebaliknya teknologi yang mengontrol hidup kita. Bagaimana cara mengontrol? Berpulang pada diri sendiri sebagai makhluk yang diberikan kecerdasan oleh Tuhan untuk selalu melandasi apa yang kita perbuat dengan teknologi pada kebenaran dan kebaikan.

Baca juga:  Kampus dan Mahasiswa Kreatif - Inovatif

Berkreasi dengan teknologi adalah sebuah keniscayaan. Abad 21 menegaskan bahwa orang yang berhasil dalam hidupnya adalah mereka yang mampu berkreasi. Kreativitas bermakna sebuah proses mental dalam menuangkan gagasan atau ide menjadi sebuah ciptaan.

Hasil karya cipta ini akan bernilai tinggi bila memiliki otentisitas dan keunikan serta kebermanfaatan yang luas. Jadi tujuan sebuah hasil kreasi yang dibuat mestinya dan idealnya adalah kreasi yang positif, yang membawa manusia pada kemaslahatan. Kreasi yang mampu bukan hanya menghibur, namun juga mengedukasi dan menginspirasi untuk melakukan hal-hal untuk membawa kemajuan dan peradaban. Kreasi tersebut pastinya bukan hanya bisa mendatangkan uang dan viralisme semata, tetapi yang bermanfaat untuk kehidupan manusia secara luas.

Penulis Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Undiksha

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *