DENPASAR, BALIPOST.com – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berwacana kembali membuka keran impor beras sebanyak sekitar 1 juta ton pada awal tahun ini. Rencana kebijakan tersebut sontak mendapat respon pro dan kontra kalangan masyarakat.
Diantaranya di Bali, DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Denpasar tegas menolak rencana impor beras tersebut. Ketua DPC GMNI Denpasar, I Putu Chandra Riantama menyampaikan kekhawatiran kebijakan impor beras sangat berpotensi menciderai petani Bali.
Apalagi, kebijakan impor beras sangat bertentangan dengan visi Gubernur Bali. “Rencana impor beras menciderai semangat petani dan sangat bertentangan dengan visi gubernur, Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB). Pada 22 misi pembangunan Bali, poin pertama telah mencanangkan kepastian kebutuhan pangan, sandang, dan papan dalam jumlah dan kualitas yang memadai bagi kehidupan Krama Bali. Bahkan, poin kedua tegas menyatakan komitmen mewujudkan kemandirian pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing pertanian, dan meningkatkan kesejahteraan petani.” tegas Chandra dalam pers rilisnya, Selasa (23/3).
Chandra menambahkan Gubernur Bali harusnya langsung merespon rencana impor beras ini, tidak abu abu seperti ini. Menurutnya, Gubernur Bali harus berani tegas menyatakan sikap menolak impor beras.
“Kita sedang dipertontonkan, apakah Gubernur Bali komitmen menjalankan visi yang dicanangkan. Jika Gubernur benar-benar menepati apa yang telah menjadi tujuan pembangunan Bali, seharusnya berani dengan tegas menyatakan sikap menolak beras impor demi kesejahteraan petani Bali.” tambah Chandra.
Di sisi lain Wakil Ketua Bidang Buruh Tani dan Nelayan DPC GMNI Denpasar, I Putu Edi Swastawan menyatakan bahwa Bali memang seharusnya tidak membutuhkan beras impor. Mahasiswa Magister Agribisnis Unud ini menyatakan bahwa berdasarkan data statistik, proyeksi ketersediaan beras di Bali cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk.
“BPS memproyeksikan potensi produksi padi subround Januari-April 2021 sebesar 253.780 ton GKG. Sedangkan jika mengacu pada data BPS 2019, rata-rata konsumsi beras penduduk Bali adalah 7,24 kg/kapita/bulan. Jika asumsi nilai rendemen gabah 64,02% sesuai angka revisi BPS 2018, dengan jumlah penduduk sesuai SP 2020 sebanyak 4,32 juta jiwa, maka potensi ketersediaan beras per kapita di Bali adalah 9,4 kg/bulan pada subround 1. Sehingga jelas Bali tidak membutuhkan beras impor,” ujar Edi, Selasa (23/3).
Edi juga mengungkapkan bahwa ketersediaan beras di Bali berpotensi over supply karena sampai saat ini pariwisata Bali belum normal. “Pariwisata Bali masih jauh dari kata normal, walaupun kita berharap segera pulih, tapi besar kemungkinan pemulihan pariwisata akan terjadi secara bertahap (tidak spontan). Sehingga kebutuhan beras untuk sektor pariwisata juga masih minim, dan potensi over supply beras di Bali semakin kuat,” sebutnya. (kmb/balipost)