DENPASAR, BALIPOST.com – Pelaku usaha Bali, khususnya industri pariwisata, sudah setahun mati suri. Dengan dibukanya pariwisata Bali untuk wisatawan internasional pada Juni-Juli, tentunya diperlukan modal usaha dengan bunga ringan sehingga pelaku usaha bisa kembali memulai bisnisnya. Kondisi ini diungkapkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bali, I Made Ariandi, Kamis (25/3).
Ia mengatakan, saat ini pengusaha memerlukan modal usaha dengan bunga yang sangat ringan. Meskipun suku bunga rendah sulit didapatkan karena perbankan membutuhkan biaya dalam pengelolaan uang masyarakat, namun hal itu bisa disiasati dengan pemberian grace period (masa tenggang) kredit yang agak panjang.
Tahun pertama sampai tahun ketiga bunganya lebih rendah, sedangkan tahun berikutnya setelah kondisi ekonomi mulai normal, suku bunganya kembali normal ditambah dengan pengurangan dari suku bunga di tiga tahun pertama. “Misalnya suku bunga BPR yang ditawarkan 14 persen, kemudian di tiga tahun pertama bunganya lebih rendah, menjadi 9%. Setelah itu, tahun keempat, kelima, keenam suku bunganya menjadi 19%. Produk kredit ini akan menjadi menarik bagi dunia usaha di Bali yang saat ini memang sangat membutuhkan modal,” jelas Ariandi.
Menurut Ariandi, perbankan juga akan mendapat multiplier effect dari pemberian kredit ini karena dunia usaha akan mulai bergerak. Jika satu sektor bergerak, maka sektor turunannya juga akan ikut bergerak, dan mereka akan membutuhkan kredit. “Jika bunga masih tinggi akan berat bagi pengusaha di Bali untuk bangkit,” imbuhnya.
Hal serupa juga diungkapkan Wakil Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Agek Parwati. Saat sektor pariwisata yang paling terpuruk kembali bangkit, yang dibutuhkan adalah modal berbunga rendah. “Selain itu, dalam proses kredit juga diharapkan lebih fleksibel dan tidak menekan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bali Agus Pande Widura mengatakan, saat urgen seperti ini, pengusaha perlu top up karena “mesin” usaha-nya setahun tidak beroperasi. Mengingat sebagian besar anggota Hipmi di Bali melakukan restrukturisasi, maka untuk top up atau menambah kredit tidak bisa dilakukan selama masa restrukturisasi tersebut.
Agus Pande Widura menegaskan, saat ini pengusaha di Bali sangat mengharapkan kredit dengan suku bunga yang rendah. “Kami berharap ada subsidi bunga pada tahun-tahun yang berat, seperti keringanan bunga pada tahun pertama dan kedua mengingat belum ada pendapatan dari dunia usaha di Bali,” tegasnya. (Citta Maya/balipost)