DENPASAR, BALIPOST.com – Kabupaten di Bali ada yang sudah melakukan pembelajaran tatap muka (PTM), seperti di Gianyar. Sejumlah daerah lainnya, juga berancang-ancang melakukan hal yang sama.
Namun, sebelum pembukaan sektor dalam masa pandemi COVID-19, ada sejumlah tahapan yang harus dilakukan. Tahapan ini ditegaskan Juru Bicara Satgas Penganangan COVID-19 Nasional, Prof. Wiku Adisasmito, dalam keterangan pers pengembangan penanganan COVID-19 yang disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia, Kamis (25/3), dipantau dari Denpasar.
“Secara prinsip ada 5 tahapan yang harus dilalui sebelum melakukan pembukaan sektor pendidikan,” ungkapnya.
Ia merujuk pada pernyataan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Januari lalu, ada 14 provinsi dinyatakan siap membuka sekolah. Provinsi-provinsi dimaksud ialah Jawa Barat, DI Yogyakarta, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Barat.
Disebutkannya pembukaan harus dilakukan secara bertahap. Ia pun merinci 5 tahapan itu, yakni tahap Pra Kondisi, Timing, Prioritas, Koordinasi Pusat – Daerah serta Monitoring dan evaluasi. Untuk tahap pertama, Prakondisi secara sederhana dipahami sebagai adaptasi kebiasaan baru. Pemerintah berusaha menjamin proses adaptasi berjalan dengan baik melalui sosialisasi dan fasilitasi sarana dan prasarana pendukung penerapan protokol kesehatan untuk memudahkan masyarakat.
Tahap kedua, Timing atau proses dalam menentukan waktu yang tepat. Proses ini mengacu pada data-data epidemiologi, kesiapan institusi pendidikan, dan ketersediaan fasilitas kesehatan. “Sebelumnya di awal tahun 2021, hanya sebagian daerah yang dianggap siap dan diizinkan melakukan kegiatan tatap muka secara bertahap. Kemudian lalu ditambah dengan instruksi Menteri Dalam Negeri terkait PPKM Mikro di 15 provinsi yang berlaku sejak 23 Maret lalu,” imbuhnya.
Tahap ketiga, penentuan Prioritas yang mencakup simulasi pembukaan oleh institusi percontohan terlebih dahulu. Sebagai bahan pembelajaran bagi institusi lain untuk dapat diperluas cakupannya secara bertahap. Dan seluruh elemen yang terlibat harus memastikan seluruh aspek kegiatan belajar, mulai dari siswa berangkat sampai pulang ke rumah. Karena peluang penularan dapat terjadi dimana saja.
Dan dengan kelonggaran yang diberikan pemerintah, dalam pelaksanaannya harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian, disertai pengawasan ketat oleh pemerintah daerah. “Transparansi operasional institusi percontohan harus mampu menjadi bahan evaluasi kebijakan bagi insiusi pendidikan lainnya, daerah maupun kebijakan di tingkat nasional,” lanjut Wiku.
Tahap keempat, adalah tahapan koordinasi pusat dan daerah. Yaitu koordinasi implementasi timbal balik antara pemerintah pusat dan pihak daerah, diantaranya dinas kesehatan, dinas pendidikan, serta institusi pendidikan dan orang tua murid. Koordinasi yang baik menjadi kunci identifikasi masalah sedini mungkin, agar dapat dicarikan solusinya segera dengan gotong royong antar elemen masyarakat maupun pemerintah.
Tahap kelima, ialah tahapan monitoring dan evaluasi pemantauan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan evaluasi sesuai skenario pengendalian COVID-19 dengan prinsip kebijakan gas dan rem.
“Setiap pelaporan yang dilakukan akan menjadi input yang berharga dalam tahapan perluasan pembukaan sektor pendidikan maupun sektor lainnya. Maka dari itu, faktor transparansi memegang peranan penting dalam tahapan ini,” ia menekankan.
Disamping itu, bagi institusi pendidikan yang sudah membuka kegiatan pendidikan agar tetap waspada dengan perkembangan terkini dari penanganan COVID-19. “Dan sewaktu-waktu bersiap melakukan pengetatan kembali jika diperlukan melalui skrining secara berkala,” pungkas Wiku. (Diah Dewi/balipost)