DENPASAR, BALIPOST.com – Uji coba dibukanya kembali pariwisata Bali untuk wisatawan mancanegara akan dilangsungkan Juni-Juli. Tahapan persiapan untuk pembukaan Bali ini sudah mulai dilakukan, salah satunya dengan mempercepat realisasi tiga zona hijau COVID-19 di Bali.
Bahkan, Ketua DPD PHRI Bali yang juga Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, mengklaim meskipun pariwisata Bali untuk internasional belum dibuka, namun sudah ada sejumlah booking kamar hotel dari berbagai negara yang diterima pelaku usaha. “Kalau booking (kamar hotel-red) masih ada, bahkan baru-baru ini ada yang booking. Tidak saja wisatawan yang pernah datang ke Bali, namun wisatawan baru juga ada yang booking,” ujar pria yang akrab disapa Cok Ace ini pada Kamis (25/3).
Tokoh Puri Agung Ubud, Gianyar ini mengatakan bahwa Bali memiliki 140 ribu lebih kamar hotel. Sebelum pandemi, okupansi kamar hotel rata-rata mencapai 70 persen, dan pada saat low season kurang dari 70 persen.
Namun, karena pandemi COVID-19 kamar hotel di Bali kosong semua. Butuh waktu untuk mengembalikan kondisi tersebut. “Kalau pun sekarang diisi 10 ribu kamar per hari, untuk mengisi 140 ribu kamar itu perlu waktu. Tapi setidak-tidaknya dengan adanya wisatawan yang mulai datang meskipun sedikit itu akan menjaga semangat dan optimisme kita,” tandasnya.
Wagub Cok Ace, mengatakan ada 3 modal pengusaha, yaitu modal aset, modal pinjaman, dan modal harapan. Pihaknya khawatir, apabila modal harapan pada pengusaha sudah tidak ada, mereka akan menjual aset mereka untuk menutupi hutang.
Apabila hal tersebut terjadi, habislah aset pariwisata di Bali. Oleh karena itu, untuk tetap menjaga harapan dan optimisme para pengusaha diperlukan sinergisitas antar semua pihak.
“Pariwisata Bali masih tutup untuk wisatawan mancanegara bukan keinginan kita, sekali lagi saya tegaskan bukan keinginan pemerintah Provinsi Bali untuk menghambat para pelaku wisatawan, karena di satu sisi kita ingin kesehatan masyarakat harus dilindungi,” tegasnya.
Cok Ace, mengakui bahwa pada saat ada rencana dibukanya pariwisata Bali pada bulan-bulan tertentu di tahun 2020, banyak pengusaha industri pariwisata Bali yang meminjam uang untuk memperluas dan meningkatkan usahanya. Namun, karena batal dibuka, hutang ini menjadi beban pertama bagi pengusaha.
Meskipun, pengusaha ini diberikan reskturisasi hutang dan cicilan dari pihak bank hingga bulan Maret 2022, namun kewajiban untuk membayar itu harus dilakukan. “Selama COVID-19 ini juga terjadi proses pinjam meminjam lagi, karena bagaimana cara pengusaha agar hak aset tetap terjaga dan tidak memPHK karyawannya. Tentu keadaanya sangat sulit bagi pengusaha, dan terjadi sampai sekarang,” ujarnya.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Bali memberikan pinjaman lunak “soft loan” kepada pengusaha yang pembayarannya bisa ditunda selama 2 tahun. Formulasinya “soft loan” pun sudah dirancang.
Tujuannya, pertama agar pengusaha pariwisata tidak terjebak pinjaman-pinjaman di luar bank, dan kedua manakala perusahaannya dibuka mereka sudah bisa memulai usahanya. (Winatha/balipost)