TABANAN, BALIPOST.com – Pandemi Covid-19 sudah berlangsung setahun lebih. Para pengusaha dan pengelola industri perhotelan di Tabanan pun kelimpungan. Sebab praktis setahun tidak ada pemasukan, namun biaya operasional terus saja mengalir seakan tak peduli dengan kunjungan hotel yang sudah zero. Seperti apa kondisi terakhir para pengusaha dan pengelola industri perhotelah di Tabanan tersebut?
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Tabanan I Gusti Bagus Made Damara mengatakan semua orang mungkin sudah memahami, sejak pandemi Covid-19 terjadi, hotel-hotel sudah menutup operasionalnya. Pada September 2020, ada wacana menjalankan tatanan kehidupan era baru (New Normal), sehingga pengelola hotel gencar melakukan sertifikasi oleh tim yang dibentuk masing-masing kabupaten.
Pada saat itu, hotel-hotel yang sudah tutup mulai ada semangat ambil ancang-ancang new normal. Namun kasus Covid-19 malah makin naik, sehingga tetap berdamapk bagi pengelola hotel.
Pada Desember 2020, menjelan libur akhir tahun memang sempat ada sedikit gairah, sehingga ada beberapa hotel yang sebelumnya tutup akhirnya buka kembali. Seiring berjalannya waktu rupanya tak ada perubahan, malah makin turun. Itulah yang menyebabkan, setelah menginjak hampir setahun Covid-19 ini, hotel di Tabanan 80 persen tidak beroperasi.
Hotel yang berada di daerah pantai, tidak bisa disamakan dengan yang ada di Canggu karena memang wisatawan tinggal di sana masih memadai. Maka itu, kehidupan di sana itu masih berdenyut. “Berbeda dengan di Tabanan, hanya didominasi tamu domestik. Sebelum adanya Pemberlakukan Pembatasan Kreativitas Masyarakat (PPKM) tamu domestik yang berkunjungan meningkat karena Tabanan memang pintu gerbangnya Pulau Bali, maka kunjungan lumayan bagus,” jelasnya.
Namun, sedikit ada kendala di tengah kondisi krisis, yaitu objek wisata lain yang mirip dengan di Tabanan memberikan free untuk pengunjung. Hal ini mengakibatkan, wisatawan tidak bisa secara penuh berkunjung ke Tabanan.
“Pusat-pusat tempat menginap, seperti di Kuta, Nusa Dua, Sanur dan Ubud yang memiliki hotel berbintang dengan fasilitas yang jauh lebih lengkap menjual kamar murah sekali, sehingga hotel di Tabanan tidak mendapat pilihan. Vila-vila di Ubud yang sebelumnya tidak bisa dijangkau harganya, saat ini mereka ingin menikmati suasana Ubud dengan harga kayak city hotel. Itu artinya, keberadaan tamu domestik tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat hunian hotel di Tabanan,” terangnya.
Diakui memang ada program pemerintah, seperti Travel Bubble atau Free Covid Corridor yang diterjemahkan di sini dengan istilah green zone. Untuk tiga wilayah yaitu Ubud, Nusa Dua dan Sanur. Tetapi dengan jumlah hotel demikian besar di Bali, dan potensi Tabanan yang notabene target market tamu asing, harapan untuk mendapatkan tingkat hunian cukup berat.
Ada pula wacana program pemerintah akan memberikan dana pinjaman yang murah dan tentu ini sangat ditunggu-tunggu. Tetapi, belum tahu persis mekasnismenya. “Minimal, itu akan bisa memberikan nafas sebagai biaya mentenen untuk bisa mengoperasikan hotel dalam konteks memelihara. Hanya itu salah satu upaya untuk bisa bertahan,” tutupnya. (Budarsana/Bali Travel News)