DENPASAR, BALIPOST.com – Puncak Perayaan Dharma Santi Nasional Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1943 digelar di Pelataran Candi Prambanan, Yogyakarta, Sabtu (27/3). Perayaan Dharma Santi Nasional yang mengusung tema “Kolaborasi Dalam Harmoni Menuju Indonesia Maju” ini dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara virtual, dan diikuti jutaan umat Hindu se-Indonesia melalui Zoom dan live streaming YouTube Bimas Hindu.
Ketua Panitia yang juga Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Hindu Kemenag, Tri Handoko Seto, mengatakan Dharma Santi Nasional Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1943 sengaja digelar di Yogyakarta dengan latar belakang Candi Prambanan. Ini untuk mengingatkan semuanya bahwa kita pernah menjadi bangsa yang besar, peradaban maju, dan berkebudayaan adi luhung.
“Candi Prambanan haruslah menginspirasi kita semua betapa dibutuhkan sebuah kondisi dimana kita bisa berkolaborasi dengan seluruh kekuatan elemen bangsa yang bekerja keras secara berkelanjutan dalam harmoni kerukunan sesama masyarakat, harmoni kerukunan masyarakat dengan pemimpinnya, dengan kerja keras, dengan segala kemampuan sumber daya dan teknologi untuk bisa menghasilkan sebuah mahakarya,” ujarnya.
Ketua Umum Pengurus Harian PHDI Pusat, Wisnu Bawa Tenaya, mengatakan makna hari suci Nyepi adalah sebagai hari toleransi dan instropeksi diri atau hari mawas diri. Untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan, kesejahteraan dan keadilan dan saling menghirmati dan menghargai antar umat ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Persatuan dan kesatuan akan terwujud bisa jika menyadari terdapat perbedaan dalam keimanan dan keyakinan antar umat manusia. Perbedaan itu bukan untuk dipertentangkan, melainkan menjadi perekat persatuan dan kesatuan se-bangsa dan se-Tanah Air.
Apalagi, toleransi akan tumbuh dan berkembang apabila didasari cinta kasih. “Tidak ada yang hebat di muka bumi, maka hendaknya kita saling mengisi, saling asah-asih-asuh, serta berkolaborasi, mengharmoni, saling bermusyawarah untuk mufakat, serta bergotong royong membangun NKRI menuju Indonesia maju,” tegasnya.
Wakil Gubernur DI. Yogyakarta, KGPAA. Paku Alam X, mengatakan dalam Tri Hita Karana diajarkan bahwa sradha bakti pada Tuhan harus diwujudkan melalui menjaga keharmonisan dengan sesama dan alam lingkungan di sekitar. Oleh karena itu, umat Hindu diminta untuk selalu memegang teguh ajaran “wasudewa kutum bhakam” yang menekankan arti penting persaudaraan, karena kita semua berasal dari sumber yang sama, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Harmonisasi dalam berbagai bidang harus dirajut sebagai fondasi menegakkan kembali kehidupan yang sempay luluh lantak akibat pandemi Covid-19. “Saya percaya umat Hindu dapat menjadi bagian strategis dari pemulihan kondisi, sekaligus menjadi motor pembangunan menuju cita-cita Indonesia maju,” tegasnya.
Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, mengatakan semua pihak harus menjadikan Nyepi sebagai momentum untuk instropeksi dan menata kembali sikap-sikap dalam menjaga harmoni dengan alam yang semakin terdegradasi, menjaga persatuan dan kesatuan kepada sesama anak bangsa yang majemuk, dan selalu taat bakti kepada Tuhan. “Agama harus menjadi inspirasi,” tegasnya.
Lebih jauh dikatakan, bahwa Hindu mengajarkan “tat twam asi” (aku adalah engkau), harus menginspirasi kita semua untuk saling memghormati, saling rukun, dan bertoleransi. Sebab, dengan inspirasi ajaran ini, maka kita akan memperlakukan orang lain apapun agamanya, sukunya, dan kelas sosialnya secara adil tanpa ada diskriminasi.
Inilah inti peta jalan moderasi beragama dan akan menjadi acuan kehidupan masyarakat di seluruh Indonesia. Apalagi, ajaran Hindu sangat menjaga budaya luhur bangsa, sehingga harus menjadi inspirasi untuk melestarikan warisan leluhur bangsa, seperti candi-candi di tanah Jawa, terutama Candi Prambanan yang ada di Yogyakarta.
“Saya yakin jika Candi Prambanan dirawat dan sekaligus dijadikan tempat kegiatan ritual, spiritual dan budaya, maka dua keuntungan yang akan didapatkan. Kelestarian cagar budaya bisa lebih terjaga, dan kunjungan wisata juga akan lebih meningkat. Sebab, daya tarik candi yang semakin kuat dengan adanya sentuhan ritual, spritual dan budaya. Apalagi, jika suasana kehidupan raja-raja dan kaumnya di abad ke-10 bisa dimunculkan di sekitar candi.
Selain itu, dikatakan bahwa ajaran Tri Hita Karana telah menjadi inspirasi bagi Umat Hindu untuk selalu menjaga harmoni hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Sehingga, Nyepi adalah implementasi dari ajaran Tri Hita Karana yang merupakan ciri khas Hindu di Indonesia. (Winatha/balipost)