GIANYAR, BALIPOST.com – Vaksinasi massal dengan Sistem Banjar yang dilaksanakan di Kelurahan Ubud dengan menyasar Desa Petulu, Kedewatan dan Desa Sayan menggunakan vaksin Astra Zeneca. Jika mengacu pada data, sasaran vaksinasi berjumlah 25.027 peserta.
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, AA. Anom Sukamawa, Minggu (28/3), mengatakan kegiatan vaksinasi massal di Ubud menggunakan vaksin Astra Zeneca. Anom menjelaskan ada 33 Banjar yang melakukan kegiatan vaksinasi ini.
Anom mengakui ada beberapa keluhan yang disampaikan sebagian kecil masyarakat peserta setelah divaksinasi. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dirasakan, seperti badan meriang, merasa lemas dan ada yang mencret. “Namun sampai saat ini keluhan tersebut tidak ada termasuk kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang termasuk serius,” yakinnya.
Terkait KIPI dari AstraZeneca ini, vaksinasi untuk warga di Sulawesi Utara (Sulut) dihentikan sementara. Sebab, KIPI yang dirasakan, seperti demam, menggigil, sakit kepala, badan terasa sakit dan lemas. “Dihentikan sementara sambil menunggu penjelasan dan pernyataan resmi dari Kementerian Kesehatan dan WHO Perwakilan Indonesia terkait surat resmi yang kami kirimkan 26 Maret 2021,” sebut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, dr. Debie KR Kalalo MSc., PH di Manado, Sabtu (27/3).
Jubir Satgas Percepatan Penanganan COVID-19 Sulut, dr Steven Dandel MPH kemudian mengklarifikasi sejumlah poin terkait dihentikan sementara vaksinasi menggunakan AstraZeneca itu. Ia menyebutkan hal ini dilakukan sebagai langkah kehati-hatian (precaution) mengingat adanya angka KIPI sebesar lima sampai 10 persen dari total yang divaksin AstraZeneca.
KIPI ini hadir dalam bentuk gejala demam, menggigil, nyeri badan, nyeri tulang, mual dan muntah. Dokter Steven menjelaskan dalam ‘Emergency Use Authorization’ (EUA) vaksin AstraZeneca, sebenarnya telah disebutkan bahwa KIPI ini adalah efek samping (adverse effect) yang sifatnya sangat sering terjadi artinya satu di antara 10 suntikan) dan sering terjadi (common -1 di antara 10 sàmpai dengan 1 di antara 100 suntikan).
“Kami perlu mempersiapkan komunikasi risiko kepada masyarakat untuk dapat menerima fakta ini. Supaya tidak terjadi kepanikan di masyarakat,” sebutnya. (kmb/balipost)