SEMARAPURA, BALIPOST.com – Kembali menjadi petani rumput laut menjadi pilihan mayoritas masyarakat Nusa Penida. Itu setelah pariwisata tak kunjung membaik.
Namun, kembali bertani tak serta merta langsung memetik hasil maksimal. Cuaca buruk rupanya sangat berpengaruh terhadap perkembangan rumput laut.
Salah satu petani rumput laut, Luh Armini, Selasa (30/3) mengatakan cuaca buruk membuat rumput laut yang mereka kembangkan di areal pesisir pantai malah menjadi membusuk. Kalau sudah membusuk, tali tempat mereka mengikatkan bibit rumput laut jenis spinosum itu akan menjadi kosong, karena rumput laut tak tumbuh.
“Kami sudah lakukan berbagai cara, tetapi tetap saja membusuk. Sepertinya memang karena pengaruh cuaca seperti angin timur,” kata petani rumput laut asal Banjar Nyuh Kukuh, Desa Ped, Nusa Penida ini, saat ditemui ditempatnya memilah hasil panen, bersama beberapa keluarganya.
Akibatnya, beberapa petakan tempatnya membibit rumput laut hanya menghasilkan 10 kg sampai 20 kg per bulan. Padahal, dalam situasi normal, ia bisa menghasilkan sekitar 200 kg per bulan.
Dalam situasi normal, ketika rumput laut hasil panen siap jual dalam kondisi kering, dijual seharga Rp 4.000 per kg kepada pengepul setempat. Terkadang ia juga menjual dalam kondisi masih basah seharga Rp 2.000 per kg.
“Karena banyak yang membusuk, jelas kami rugi total. Kami sempat mencoba alternatif lain dengan mempercepat proses tanam lagi. Tetapi hasilnya membusuk juga. Makanya pasrah saja sekarang,” keluhnya.
Bupati Klungkung Nyoman Suwirta sempat turun langsung ke lokasi dan berdialog dengan para petani rumput laut. Guna memberi nilai tambah pada hasil panen rumput laut, Pemkab Klungkung didukung Duta Besar Kanada, Cameron MacKay melakukan pelatihan membuat produk turunannya. Seperti dodol hingga sabun.
Hasil olahannya ini, akan jadikan dalam satu brand bersama produk turunan dari bahan baku lainnya. Yaitu mangga, kelapa dan singkong. (Bagiarta/balipost)