Muriadi Wirawan. (BP/Istimewa)

Oleh Kadek Muriadi Wirawan, S.E., M.Si

Pandemi Covid-19 menyebabkan tahun 2020 ini ekonomi Bali mengalami kontraksi sebesar 9,31 persen. Kontraksi ini merupakan terdalam jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Dampaknya saat ini kondisi ketenagakerjaan pada Agustus 2020 menunjukkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meningkat sebesar 0,55 poin jika dibandingkan dengan kondisi yang sama tahun sebelumnya.

Ini menunjukkan terjadi penambahan angkatan kerja baru. Pada saat yang sama, tingkat pengangguran terbuka meningkat tajam menjadi 5,63%, meningkat 4,06 poin jika dibandingkan dengan tingkat pengangguran Agustus 2019 yang hanya sebesar 1,57%.

Kontraksi ekonomi terjadi apabila dilihat dari struktur ekonomi Bali pada tahun 2020 dapat dijelaskan sebagai berikut: Jika dikelompokan menjadi tiga kelompok besar yakni sektor pertanian, industri dan jasa-jasa menunjukkan dalam struktur ekonomi Bali, sumbangan sektor pertanian adalah sebesar 15,09 persen, sektor industri (gabungan lapangan usaha penggalian, industri, pengadaan listrik dan gas, pengadaan air dan pengelolaan limbah, serta konstruksi) menyumbang sebesar 18,40 persen dan sumbangan terbesar berasal dari sektor jasa-jasa atau pariwisata (gabungan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, infokom, jasa keuangan dan asuransi, real estate, jasa perusahaan, administrasi pemerintah, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa lainnya) menyumbang sebesar 66,51%.

Baca juga:  Diprediksi, Ini Penyumbang Terbanyak Pengangguran di Bali

Dengan sumbangan yang besar di sektor jasa, menyebabkan ekonomi bali sangat rentan terhadap pengaruh seperti bencana alam dan gangguan-gangguan luar lainnya. Kerentanan ini menyebabkan perekonomian Bali sebenarnya cukup beresiko karena mengandalkan sektor jasa sebagai sumber utama dalam mendorong perekonomian. Pengalaman terdahulu menunjukkan beberapa kali ekonomi Bali terganggu karena adanya pengaruh luar seperti bom Bali, gunung meletus dan sebagainya. Intinya sektor jasa atau pariwisata yang sangat mengandalkan pergerakan dan interaksi manusia, pada masa pandemi ini nyaris terhenti atau sengaja “dihentikan” guna menghindari penularan virus yang lebih luas.

Baca juga:  Terlalu Banyak Libur, Lemahkan Daya Saing Naker Bali

Dari sisi penyerapan ketenagakerjaan terlihat struktur tenaga kerja yang bekerja pada lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 9,75% dan pertanian sebesar 22, 51%. Kontraksi pada lapangan usaha penyedia akomodasi tersebut juga menyebabkan turunya penyerapan tenaga kerja oleh lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 3,51%. Turunnya penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum telah meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian sebesar 3,76%. Melemahnya pariwisata menyebabkan sektor pertanian kembali di lirik oleh masyarakat yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau terdampak covid 19 untuk bertahan hidup sehingga mampu menahan kejatuhan laju pertumbuhan dan pengangguran yang semakin tinggi.

Pada masa pandemi, peran pertanian meningkat baik dari pembentuk struktur ekonomi maupun dari struktur penyerapan terhadap tenaga kerja. Secara ekonomi, peningkatan struktur pertanian dalam ekonomi Bali menjadi yang tertinggi sejak tahun 2014, sedangkan jika dilihat dari tingkat penyerapan tenaga kerja, lapangan usaha pertanian mampu menyerap tenaga kerja sebesar 22,51 persen dan juga merupakan tingkat penyerapan tenaga kerja tertinggi. Lapangan usaha pertanian bisa dikatakan sebagai penyelamat yang dapat menampung tenaga kerja di sektor lainnya yang terdampak pandemi, namun seperti diketahui produktivitas lapangan usaha pertanian tidak begitu bagus.

Baca juga:  Isu SARA di Rekrutmen Naker Pariwisata, Disnaker Didorong Buat Perda Ketenagakerjaan

Bahkan dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi justru pada tahun 2020, pertumbuhan lapangan usaha pertanian justru terkontraksi sebesar 1,06 persen yang menunjukkan bahwa tenaga kerja yang terserap dipertanian tidak banyak mempengaruhi pergerakan sisi penawaran karena rendahnya produktivitas tersebut. Padahal mungkin, saat ini justru yang bekerja di sektor pertanian bisa jadi tenaga kerja yang sebelumnya mempunyai produktivitas yang tinggi namun terpaksa terjun ke pertanian karena tidak mempunyai pilihan.

Penulis PNS pada BPS Provinsi Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *