SINGARAJA, BALIPOST.com – Pensertifikatan tanah ayahan desa di wewidangan Desa Adat Buleleng berujung gugatan perdata. Obyek perkara di wewidangan Banjar Adat Peguyangan, Kelurahan Astina diklaim sebagai milik pribadi. Klaim itu dilayangkan melalui gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Singaraja tertanggal 12 Agustus 2020 oleh Luh Padmi Armini, Kadek Sony Sukesi dan Nyoman Dodi Irianto melalui kuasa hukumnya. Setelah sidang bergulir, PN Singaraja menerbitkan keputusan memenangkan Desa Adat Buleleng sebagai pemilik sah tanah ayahan desa itu.
Kelian Desa Adat Buleleng Jro Nyoman Sutrisna, M.M di kantornya Kamis (8/4) mengatakan, gugatan terhadap Kelian Desa Adat Buleleng dan 2 tergugat lainnya berawal dari pensertifikatan tanah desa adat seluas 158 meter persegi. Penggugat menyatakan bahwa mereka adalah ahli waris dari I Ketut Soepadi pemilik atas sebidang tanah di Banjar Adat Peguyangan. Gugatan itu sesuai Padol No. 97/1948 masih berbentuk boedoel warisan (semacam dokumen kepemilikan tanah sebelum terbit sertifikat). Pada bagian lain gugatannya penggugat menyatakan, Desa Adat Buleleng telah melaksanakan pensertifikatan atas tanah quo menjadi tanah milik desa adat. Sedangkan itu adalah waris para penggugat karena para penggugat masih hidup dan tanpa ada pemberitahuan kepada para penggugat.
Setelah perkara ini didaftarkan, PN Singaraja melakukan mediasi dan tahapan sidang sampai putusan majelis hakim tanggal 8 Maret 2021. Keputusan PN menyatakan gugatan para penggugat tidak dapat diterima. Menyatakan PN Singaraja tidak berwenang mengadili sengketa perkara tersebut.
Setelah memenangkan gugatan itu, pihak desa adat memutuskan tanah yang sebelumnya disengketakan itu dapat ditempati oleh penggugat. Ini, sesuai awig-awig desa adat, tanah ayahan desa dapat ditempati oleh krama dengan dengan syarat tidak memperjualbeelikan kepada orang lain. Selain itu, krama yang menempati tanah desa wajib untuk melaksanakan ayahan-nya di desa adat.
Jro Nyoman Sutrisna mengajak krama desa bersama-sama mempertahankan, menjaga dan memelihara tanah milik desa adat. Selama ini krama desa secara sukarela diberikan kesempatan untuk menampati tanah milik desa adat. Bahkan, sertifikat asli disimpan oleh krama yang diizinkan menempati tanah desa adat, namun sertifikat itu tidak dapat dipindahtangankan kepada orang lain.
Di sisi lain, pensertifikatan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) bentuk ketaatan desa adat mengikuti program pemerintah untuk mensertifikatkan tanah termasuk tanah adat. “Dari pengalaman ini, mari kita jaga bersama-sama tanah milik desa adat, silahkan ditempati dan dipelihara dengan baik,” katanya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Desa Adat Buleleng Nyoman Sunarta dan rekan telah menyampaikan tanggapan atas gugatan yang dilayangkan para penggugat. Dalam gugatan rekonvensinya Sunarta menyebut, gugatan penggugat cacat formil. PN Singaraja tidak berwewenang mengadili perkara ini, gugatan salah alamat, para penggugat tidak berhak mengajukan gugatan karena bukan ahli waris Ketut Soepadi, tidak melibatkan para pihak dalam hal ini BPN sebegai penerbit sertifikat serta gugatan kabur. (Mudiarta/Balipost)