JAKARTA, BALIPOST.com – Sekian banyak lagu yang diciptakan para musisi selama ini tidak mendapatkan hak royalti dari karya-karya besarnya. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Dr Freddy Harris, mengaku miris melihat hal itu. Mereka (musisi) terkenal Tanah Air yang tidak mendapatkan hak royalti dari karya-karya besar yang dia ciptakan.
“Yang paling memilukan dan saya paling tersentuh itu dengan kasus Benny Panjaitan Panbers,” kata dia, di kutip dari kantor berita Antara, Jumat (9/4).
Lagu-lagu Benny Panjaitan pentolan grup musik Panbers mungkin hampir setiap harinya selalu diputar masyarakat baik di tempat-tempat karaoke atau tempat hiburan lainnya. “Lagu Gereja Tua tiap hari mungkin selalu diputar, tapi ketika Benny Panjaitan wafat rumahnya saja kontrakan,” kata Harris.
Menurut dia, persoalan demikian ada sebuah mekanisme yang belum tuntas. Oleh sebab itu, lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) 56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik diharapkan dapat memberikan kepastian hak bagi orang yang betul-betul berhak atas karyanya.
Selain itu, hingga saat ini Indonesia belum memiliki pusat data musik. Akibatnya, pemerintah tidak mengetahui puluhan bahkan ratusan juta lagu-lagu Indonesia dicatat, dikuasai atau pemegang hak terkait oleh siapa. Untuk pencipta lagu mungkin bisa saja dengan mudah diketahui sebagai contoh lagu Kembali Ke Jakarta Koes Plus yang diciptakan Tonny Koeswoyo. “Tapi yang menjadi masalah pemegang hak Kembali Ke Jakarta Koes Ploes itu siapa?,” katanya.
Padahal, lagu-lagu yang diciptakan grup musik lawas itu dapat dikatakan hampir setiap hari diputar oleh ratusan bahkan jutaan masyarakat di Tanah Air. Dengan dua masalah yang menyangkut hak cipta dan kekayaan intelektual itu, Kementerian Hukum dan HAM menilai perlu ada Sistem Informasi Lagu dan Musik.
Nantinya SILM diletakkan di pusat data yang itu dipegang pemerintah. Tujuannya agar di kemudian hari tidak ada kasus atau masalah saling klaim tentang hasil karya. (Kmb/Balipost)