DENPASAR, BALIPOST.com – Zona merah atau risiko tinggi penyebaran COVID-19 di Bali bertambah 2 di pekan ini. Total ada 5 kabupaten/kota menyandang status zona merah dan 4 zona orange.
Kelima kabupaten/kota berstatus zona merah adalah Tabanan, Badung, Denpasar, Gianyar, dan Buleleng. Sedangkan empat kabupaten zona orange adalah Jembrana, Klungkung, Bangli, dan Karangasem.
Di tengah meluasnya zona merah, Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Provinsi Bali, I Putu Astawa menegaskan pihaknya tetap mematangkan persiapan pembukaan pariwisata internasional pada Juli 2021 dengan sistem travel bubble. Bahkan, berbagai persiapan yang melibatkan unsur pariwisata telah dilakukan sesuai dengan kaidah ilmiah ilmu kesehatan.
Persiapkan itu meliputi protokol kedatangan wisatawan di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Yakni, memastikan wisawatan telah divaksin COVID-19 dan melengkapi diri dengan surat keterangan bebas COVID-19 untuk mengurus visa.
Selain itu, setelah menuntaskan tes di bandara, wisatawan mancanegara juga akan kembali dites di transportasi dan akomodasi untuk memastikan bebas COVID-19. Dengan begitu, diharapkan aktivitas pariwisata tidak memunculkan klaster baru yang dapat meningkatkan kasus di Bali.
Kendati persiapkan cukup matang, dia mengajak masyarakat Bali ikut berkontrubsi dengan disiplin menerangkan protokol kesehatan (Prokes). “Karena kami menyadari, terutama kepada pekerja pariwisata yang sudah cukup berat beban mereka. Kalau pemilik hotel mungkin masih punya tabungan, aset. Tetapi yang kami pikirkan pekerja di sektor ini (pariwisata, red). Apalagi suami istri bekerja di bidang pariwisata, tentu 13 bulan itu cukup berat bagi mereka untuk menanggung biaya hidup,” pungkas Putu Astawa, Jumat (16/4).
Sebelumnya, ia juga pernah mengatakan Wisman wajib mengikuti karantina selama 5 hari di hotel yang telah bersertifikat CHSE yang disiapkan Pemerintah Provinsi Bali. Biaya karantina ditanggung oleh yang bersangkutan.
“Di masa pandemi, sementara ini setiap warga negara asing yang masuk ke Indonesia wajib dikarantina, dan karantina ini konsekuensi logis dari yang bersangkutan untuk menanggung biayanya sendiri. Bukan dibiayai oleh pemerintah, karena sudah sesuai dengan ‘travel arrangement‘ dari masing-masing negara. Dan model aturan bisnis ini sudah diketahui masing-masing,” tandasnya.
Astawa, mengatakan bahwa model aturan baru dalam dunia pariwisata ini merupakan salah satu bentuk kehidupan new normal. Sebab, model aturan sebelum pandemi tidak bisa diterapkan di masa pandemi COVID-19.
Meskipun, biaya liburan yang dikeluarkan Wisman lebih banyak dibandingkan sebelum pandemi, namun aturan ini harus dijalankan. Kendati demikian, Wisman akan diarahkan agar dikarantina di hotel-hotel kawasan zona hijau.
Sehingga, selama masa karantina, Wisman bisa berkunjung ke destinasi sekitar hotel. Namun tetap menerapkan Prokes secara ketat. (Winatha/balipost)
dengan segala hormat, tanpa mengurangi rasa prihatin, langkah tersebut sangat memaksakan, ibarat berjalan menentang arus lalu lintas yg satu arah.. bila berhasil sampai tujuan dg selamat, namun penuh resiko diperjalanan, atau sebaliknya dapat terjadi accident diperjalanan yg tentunya akan berakibat bertambah buruknya situasi… jadi mari insan pariwisata seharus menjadi garda terdepan dalam usaha pencegahan pandemi ini,secara total, bukan hanya meminta masyarakat unt mematuhi protokol, dan mendesak pemerintah unt membuka pintu pariwisata..dan jangan hanya berteori dg bubble yg tidak berdasar secara keilmuan.
Kita sangat ribut tentang penanggulangan covid dan protokol kesehatan demi keamanan sementara saya lihat kerumunan masa saat upacara di Bali kurang mendapat perhatian bahkan sudah bebas seolah tidak ada pandemi lagi.
Usul saya pemerintah prov bali melakukan koordinasi dan pembatasan upacara untuk kumpul banyak orang sampai kita benar2 aman untuk melakukan kumpul ato upacara dengan normal.
Koordinasi bersama PHDI, Lembaga adat, dll