DENPASAR, BALIPOST.com – Pandemi COVID-19 menyebabkan sejumlah waralaba di Indonesia memutuskan tutup sementara bahkan permanen. Waralaba besar seperti KFC pun, kini mengalami rasionalisasi dan merumahkan ratusan karyawannya.
Dikutip dari Kantor Berita Antara, pada Senin (12/4), Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) SB PT Fast Food Indonesia Tbk menggelar demonstrasi di depan gerai KFC Gelael, MT. Haryono, Jakarta. Salah satu koordinator SPBI Antony Matondang mengatakan manajemen merealisasikan sebagian tuntutan, seperti upah dan jam kerja yang kembali normal setelah aksi digelar.
Tak hanya waralaba besar yang terdampak. Waralaba yang menjadi salah satu sistem bisnis yang mudah diterapkan oleh wirausahawan atau calon wirausahawan yang ingin memiliki usaha tanpa harus memulai dari awal itu, kini terancam dengan melemahnya daya beli masyarakat.
Dikutip dari CNBC Indonesia, Ketua Komite Tetap Bidang Waralaba Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Levita Ginting Supit mengatakan, tercatat ada sekitar 15 persen atau 953 gerai waralaba tutup. Baik sementara ataupun permanen selama pandemi Covid-19 berlangsung.
“Berdasarkan survei, sekitar 15 persen atau atau 953 gerai itu tutup sementara atau tutup permanen dari total 5.621 gerai dari 30 brand (merek). Sekitar 14 persen atau 762 gerai itu dimiliki franchisor (pihak pemberi waralaba) dan 86 persen atau 4.859 gerai itu dimiliki oleh franchisee,” urainya, Minggu (18/4).
Dari total 953 gerai tersebut, 60 persen di antaranya merupakan gerai yang berdiri sendiri (stand alone), sekitar 13 persen berada di pusat perbelanjaan (mall), dan sisanya berada di kawasan ruko. Menurut Levita, pandemi Covid-19 menjadi pekerjaan berat bagi pemilik waralaba yakni franchisor yang harus menjaga keberlanjutan bisnis para franchisee tetap bertahan.
Dilihat dari data yang berhasil dihimpun, Senin (19/4), waralaba merupakan bisnis yang cukup tinggi pertumbuhannya dalam 5 tahun terakhir. Data perkembangan industri waralaba di Indonesia pada 2016, menurut Kementerian Perdagangan RI dan Asosiasi, ada lebih dari 23.000 gerai waralaba dan 12.000 pelaku usaha waralaba di Indonesia.
Tercatat nilai omzetnya sudah menembus lebih dari Rp 120 triliun. Sementara itu, lini industri Food and Beverages (F&B) masih menjadi pilihan favorit bagi investor, mulai dari hidangan ayam goreng hingga usaha cafe & restaurant.
Meski sangat potensial, namun waralaba di Indonesia masih relatif kecil jumlahnya jika dibandingkan usaha yang berkembang tidak menerapkan waralaba. Dari laporan BPS terkait Statistik Karakteristik Usaha 2019, pemilik waralaba dan pemegang waralaba di Indonesia tidak sampai 1 persen dari usaha yang berkembang di Indonesia yang mencapai 25.763.552 usaha di 2018 yang dikategorikan menjadi 16 lapangan usaha.
Masih dari data, mayoritas usaha di Indonesia (98,50 persen) tidak menerapkan waralaba dalam menjalankan roda bisnisnya, kurang dari 1 persen usaha di Indonesia yang memiliki
waralaba, yaitu 0,56 persen sebagai pemilik dan 0,94 persen sebagai pemegang waralaba.
Untuk meningkatkan kepastian hukum dan pengembangan potensi waralaba, Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba untuk mendukung waralaba nasional semakin berkembang dan kompetitif dengan waralaba asing.
Beberapa penyempurnaan dalam peraturan terkait waralaba ini adalah menyederhanakan proses permohonan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) secara daring atau online. Selain itu, menghilangkan batasan persentase dalam kewajiban penggunaan produk dalam negeri, dan menyederhanakan dokumen persyaratan STPW sehingga pemberi waralaba cukup menyampaikan prospektus penawaran waralaba dan penerima waralaba cukup menyampaikan perjanjian waralaba.
Tercatat sebanyak 370 STPW telah diterbitkan selama sepuluh tahun terakhir. Dengan tingkat rata-rata pendaftaran per tahunnya sebesar 10,4 persen. (Diah Dewi/balipost)