DENPASAR, BALIPOST.com – Balapan liar di tengah pandemi COVID-19 bukannya menyurut, justru makin marak. Padahal aparat kepolisian berulangkali menertibkannya.
Tak kapok, para pelaku balapan liar ini justru masih saja melakukan aktivitasnya. Sejumlah jalan di Denpasar dan Badung yang lurus dan lebar dijadikan ajang melakukan aksi trek-trekan ini.
Warga pun banyak yang mengeluhkan soal ini, karena mengganggu ketenangan dan lalu lintas. Aksi mereka itu sangat meresahkan karena sering terjadi lakalantas dan bising suara knalpot sepeda motor brong.
Salah satu warga, Putu Yindy Kurniawan, mengaku di depan rumahnya yang berlokasi di Jalan Dewi Sri, Kuta, seringkali ada trek-trekan. Kegiatan yang ilegal ini mengganggu ketenangan di lingkungan perumahannya.
“Sering terjadi balap liar di seputaran Jalan Dewi Sri yang mengganggu ketenangan dan sering terjadi keributan. Tak hanya itu, ada juga pedagang yang tak berizin berjualan di depan toko sehingga pembelinya parkir sembarangan dan menggangu aktivitas serta ketenangan warga sekitar,” keluhnya.
Selain Jalan Dewi Sri, Kuta, sejumlah lokasi biasanya dipakai trek-trekan, yaitu Jalan Gatot Subroto, Teuku Umar, Renon, Cargo, By-pass Bandara Ngurah Rai, dan IB Mantra.
Polisi bukannya tidak menyadari adanya balapan liar ini. Bahkan belum sebulan lalu, para petinggi Reskrim, Intelkam, Lantas dan Sabhara Polresta serta polsek-polsek dikumpulkan untuk mengikuti rapat koordinasi (rakor) mencegah Bali jadi ikon balapan liar karena aksi trek-trekan masih marak.
Wakapolresta Denpasar AKBP I Wayan Jiartana mengatakan jangan sampai Bali menjadi ikon balap liar. Ia meminta agar knalpot brong ditertibkan. “Jangan sampai ada trek-trekan lagi. Ini sudah menjadi atensi Bapak Kapolda,” tegasnya saat itu.
Sedangkan Kabagops Polresta Denpasar Kompol Gede Genefo mengatakan, patroli malam harus digalakkan pada jam rawan. “Masalah genk motor kita harus masif (menindak). Knalpot brong lakukan penindakan dan kumpulkan. Penekanan Karo Ops terkait genk motor harus ditiadakan, termasuk ormas. Kalau ormas tidak izinnya itu berarti premanisme,” kata mantan Kasatintelkam Polresta Denpasar ini. (kmb/balipost)