I Kadek Darsika Aryanta. (BP/Istimewa)

Oleh I Kadek Darsika Aryanta

Nadiem Makarim memberikan jargon merdeka belajar di setiap kebijakan-kebijakanya. Sampai maret 2021 ini terdapat tujuh episode kebijakan merdeka belajar yang sudah diluncurkan. Namun sampai saat ini kebijakan merdeka belajar masih belum tersampaikan secara menyeluruh kepada guru-guru di seluruh Indonesia.

Konsep merdeka belajar masih didapatkan hanya oleh segelintir guru. Seyogyanya konsepsi merdeka belajar ini disosialisasikan secara menyeluruh untuk semua guru, bukan untuk segelintir guru saja. Sehingga transfromasi pendidikan indonesia menjadi lebih baik lagi, bisa bergerak dengan lebih cepat.

Merdeka belajar seharusnya membangun sistem transformasi yang membuka ruang partisipasi mandiri, pengantar pengembangan, talenta dan kolaborasi merupakan conditio sine qua non bagi transformasi pendidikan berkelanjutan. Untuk melakukan transformasi pendidikan di Indonesia dengan 52 juta siswa kemudian 3,3 juta guru dan 2,3 juta tenaga kependidikan serta lebih dari 400.000 satuan pendidikan yang tersebar di Indonesia tentu tidak mudah. Untuk itu gerakan merdeka belajar seharusnya menjadi gerakan yang secara menyeluruh bukan hanya kepada guru penggerak, sekolah penggerak, ataupun pengajar praktik penggerak saja.

Baca juga:  LPD Cermin Pemajuan Kebudayaan Bali

Filosofi merdeka belajar yang dikumandangkan oleh menteri Nadiem Makarim ibarat mereset ulang kembali pendidikan Indonesia untuk kembali ke akar rumputnya yaitu filosofi Kihajar Dewantara. Filosofi merdeka belajar Ki Hajar Dewantara memandang penting motivasi internal berupa kesenangan belajar untuk mengembangkan diri. Untuk mewujudkan filosofi Ki Hajar Dewantara tersebut guru harus kembali mereset pemikiran dasar bahwa pembelajaran harus menyenangkan dan diorientasikan pada kemampuan kecakapan hidup.

Untuk memberikan konsepsi merdeka belajar di dalam kelas diperlukan juga tatanan kurikulum yang fleksibel sehingga anak-anak bisa berkreasi dan anak-anak bisa menjadi dirinya sendiri. Selain itu juga diperlukan suatu dorongan agar anak-anak belajar tidak berorientasi kepada nilai angka-angka, tetapi yang lebih penting adalah kecakapan hidup. Pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang utuh sesuai dengan pribadi anak masing-masing jangan sampai membelenggu mereka dengan hal hal yang tidak mereka butuhkan atau tidak mereka sukai.

Baca juga:  Asal Syarat Ini Terpenuhi, Mendikbud Sebut PTM Sudah Bisa Digelar

Merdeka belajar adalah pendidikan yang memerdekakan lahir dan batin peserta didik yang berarti siswa bisa berdiri sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain serta sadar akan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat sehingga nanti bisa berpartisipasi dan berkontribusi untuk masyarakatnya. Filosofi Ki Hajar Dewantara ini mengajarkan kita bahwa sekolah adalah tempat untuk pembelajar sepanjang hayat. Belajar di sekolah diharapkan bisa memupuk motivasi internal berupa kesenangan belajar. Salah satu bagian penting dari belajar adalah berkontribusi dan menghadirkan perubahan bagi lingkungan sekitarnya.

Pendidikan yang memerdekakan merupakan pendidikan yang bertujuan untuk membuat semua siswa bisa belajar tanpa paksaan dengan tujuan belajar dengan sesuai dengan cita-cita mereka serta yang paling penting dalam pendidikan yang memerdekakan adalah membuat mereka belajar hidup mandiri dan merdeka dari berbagai tekanan agar mereka bisa berkontribusi dalam masyarakat dengan peran dan tanggung jawab yang sesuai dengan kodrat yang ada dalam dirinya. Pendidikan yang memerdekakan itu juga bertujuan agar siswa tidak hanya bisa menjadi pembelajar yang mandiri tetapi mempunyai tujuan membangun kemandirian dan kemerdekaan dari masyarakat.

Baca juga:  Tumpek Landep, Bukan Hanya “Mayasin” Motor

Sekarang ini, tantangan yang dihadapi untuk anak-anak dini adalah mereka tidak terbiasa untuk Mandiri dalam menentukan tujuan belajarnya sendiri, tidak berpikir kritis dan menyuarakan pendapatnya secara pribadi. Semua ini akibat sistem pendidikan mereka yang alami sebelumnya tidak memerdekakan kebebasan mereka. Sehingga membelenggu pikiran dan membuat mereka terbiasa untuk disuruh dan disuapi mata pelajaran yang seringkali mereka tidak tahu apa yang mereka pelajari.

Penulis Guru Fisika Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN Bali Mandara

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *