DENPASAR, BALIPOST.com – Oknum pejabat di Pelindo ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Bali atas laporan PT BGT. Tersangka tersebut berinisial KS (mantan pejabat PT PEL dan kini menjabat PT Pelindo III), Wa dan IB (pejabat PT PEL).
Direktur Reskrimsus Polda Bali Kombes Pol Yuliar Kus Nugroho, Selasa (20/4) membeberkan kasusnya. Menurutnya KS dan IB diduga terlibat kasus penggelapan operasional FRU Lumbung Dewata berlokasi di Dermaga Selatan Pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan.
Sedangkan tersangka Wa diduga menggelapkan alat vaporizer milik PT BGT. Kerugiannya puluhan miliar rupiah.
“Mereka ditetapkan sebagai tersangka tanggal 31 Maret 2021. PT PEL ini ibarat cucunya PT Pelindo, sama-sama BUMN. Sedangkan PT BGT ini pihak swasta,” tegas Direktur Reskrimsus Polda Bali Kombes Pol Yuliar Kus Nugroho, Selasa (20/4).
Kombes Yuliar mengungkapkan, kasus ini dilaporkan PT BGT pada Januari 2021. Setelah dilakukan penyelidikan Koko dan Irsyam ditetapkan jadi tersangka.
Kronologisnya berawal PT IP, PT PEL dan PT BGT mengadakan kerja sama proyek pembangunan Terminal Liquified Natural Gas (LNG) di Dermaga Selatan Pelabuhan Benoa. PT PEL menenderkan proyek tersebut ke PT BGT dan dibuatkan perjanjian.
Kerja sama tersebut dimulai 2016 sampai Mei 2021 ini. “Dua klausul penting dalam perjanjian tersebut, ada sistem capek dan opek. Sistem capek ini PT BGT membangun kapal FRU Lumbung Dewata digunakan tempat penyimpanan LNG. Selanjutnya PT BGT akan meregas ke PT IP untuk pembangkit listrik. Sedangkan istilah opek itu merupakan operasionalisasi regas dari PT BGT ke PT IP,” tegasnya.
Selama 2016, menurut Kombes Yuliar, berjalan tanpa masalah. Pada 2017 PT BGT dibayar lunas oleh PT PEL dan dibuat addendum yaitu surat perjanjian yang lainnya.
Tujuannya setelah diambil alih pengelolaan akan ada perjanjian baru lagi. Kegiatan regas dari PT BGT ke PT IP berjalan seperti biasanya dan tanpa masalah hingga jelang 2018.
PT IP membayar ke PT PEL dengan perhitungan sendiri. Selanjutnya PT PEL bayar ke PT BGT tiap bulan sekitar Rp 4 miliar.
Pada Juni 2019, tiba-tiba IB mengeluarkan surat yang isinya mengambil alih pengelolaan dari PT BGT. Alasannya karena ada pergantian kru LNG Lumbung Dewata yang saat itu berjumlah 22 orang.
Padahal itu adalah pergantian normal. Surat itu disampaikan ke PT BGT dan pengelolaan kru Lumbung Dewata dilakukan oleh PT PEL.
Selain itu proses regas dilakukan oleh PT PEL ke PT IP. “Padahal dalam addendum tidak ada perjanjian seperti itu. Tiba-tiba kapal LNG itu diambil alih oleh PT PEL dengan menggunakan surat tadi dan berjalan sampai sekarang. Yang rugi PT BGT. Kalau PT IP tidak mengalami kerugian karena tidak ada masalah dengan pasokan gas untuk kebutuhan listrik. Kenapa tidak dilakukan sejak awal? Ini berarti ada maksud dari oknum tersebut. Para tersangka secara sama-sama melakukan penggelapan,” ungkapnya.
Terkait kasus ini, penyidik memeriksa 18 saksi dan masih dilakukan pengembangan. Bukan tidak mungkin dalam perjalannya nanti akan ada tersangka lain. “Jika saat pengembangan ada yang menerima aliran dana, tidak menutup kemungkinan ada tersangka lainnya. Tersangka dikenakan Pasal 372 KUHP juncto Pasal 556 KUHP tentang penggelapan,” kata Yuliar.
Sedangkan tersangka Wa, objek kasusnya beda. Wa melakukan penggelapan vaporizer yaitu alat untuk regasdi Kapal LNG seberat 3 ton.
Alat tersebut milik PT BGT, Wa mengganti stikernya lalu dipindahkan tempatnya. Alat itu nantinya dipasang di bawah kendali PT PEL.
Seperti diberitakan, penyidik Ditreskrimsus Polda Bali memeriksa sejumlah pejabat salah satu BUMN di Bali sebagai tersangka. Diduga mereka terlibat kasus penggelapan.
Kasus tersebut langsung ditangani Direktur Reskrimsus Polda Bali Kombes Pol. Yuliar Kus Nugroho. Pejabat BUMN tersebut berinisial KS, Wa dan IB. (Kerta Negara/balipost)