Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. (BP/Istimewa)

Oleh Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.

Terlahir sebagai perempuan adalah sebuah berkah, karena melalui perempuan terlahir manusia-manusia hebat yang dapat membawa keluarga, masyarakat, negara dan bangsa pada kemajuan dan peradaban bahkan kebahagiaan.  Itu sebabnya perempuan mendapatkan tempat istimewa di dalam ajaran agama Hindu. Barang siapa memuliakan perempuan maka disana akan ada kebahagiaan yang kekal dan abadi.

Perempuan merupakan manusia utama yang diyakini memiliki kekuatan, yang dalam agama Hindu disebut Sakti (kekuatan). Para Dewa pun memiliki Sakti sebagai pendamping yang dengan kekuatannya dengan tulus mencintai dan memberikan dukungan moril untuk mencapai kesempurnaan. Sebutlah beberapa Sakti para Dewa seperti Dewa Brahma Saktinya Dewi Saraswati, Sakti Dewa Wisnu adalah Dewi Laksmi, dan Sakti Dewa Siwa adalah Dewi Parwati.

Ketiga perempuan tersebut dikenal memiliki kekuatan super power, Dewi Saraswati adalah dewi ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan, Dewi Laksmi adalah dewi kemakmuran, dan Dewi Parwati adalah dewi cinta, penolong dan pembasmi kejahatan. Belajar dari tiga dewi tersebut, sudah selayaknyalah para perempuan di zaman milenial ini untuk menjadikan dirinya memiliki kekuatan (keutamaan) agar mampu membanggakan dirinya sendiri, keluarga,  bangsa dan negara. Apa saja yang harus dilakukan?

Baca juga:  Menanamkan Edukasi Prokes pada Anak

Pertama perempuan haruslah memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi dan luas. Pengetahuan tersebut sangat berguna bukan hanya untuk mencerdaskan dirinya sendiri, tetapi juga orang lain, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Pengetahuan yang tinggi saja belumlah cukup, apalagi bila pengetahuannya masih terbatas, lalu menggeneralisasi sesuatu sebagai kebenaran, padahal jelas-jelas yang dibicarakan tendensius. Maka hal itu menjadi tidak benar alias salah.

Contohnya dengan apa yang terjadi baru-baru ini dengan video viral yang dilakukan seorang akademisi, dosen di sebuah perguruan tinggi, mentang-mentang pendidikan tinggi, serta merta menjelek-jelekkan, menghina, dan merendahkan agama yang menjadi agama leluhurnya ketika dia sudah berpindah keyakinan. Ini aib yang sungguh memalukan untuk kaum perempuan. Pengalaman buruk yang dimiliki di masa kecil, yang tidak berdasarkan pengetahuan mendalam akan filosofi sebuah konsep dengan benar tidaklah patut dijadikan acuan untuk memberikan informasi sesat, karena keutamaan perempuan apalagi sebagai seorang pendidik adalah untuk mencerdaskan orang-orang yang dididik.

Baca juga:  Guru Unggul, Indonesia Maju

Adakah pendidikan bertujuan untuk meremehkan dan menghina agama lain? Sudah sangat jelas dalam Undang-undang Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003  bahwa tujuan pendidikan di samping untuk mencerdaskan peserta didik, yang lebih penting adalah agar mereka memiliki akhlak mulia. Pendidikan agama baik di lembaga informal (keluarga), formal (sekolah), dan non formal (masyarakat) merupakan fondasi dari usaha pengejawantahan akhlak mulia.

Kedua, seorang perempuan pada hakikatnya adalah simbol cinta bak Dewi Parwati. Bukan cinta yang terbatas pada diri sendiri golongan atau agama tertentu saja. Cinta yang dikembangkan perempuan adalah cinta yang luas. Cinta pada seluruh keberadaan di alam semesta. Apalagi selaku pendidik, sudah sepatutnya kita mendidik peserta didik dengan perspektif ekualitas dan egalitarian, tanpa memandang dari mana asal-usul, latar belakang, agama, suku, dan lainnya.

Baca juga:  Risiko Penghijauan Jalan Terhadap Keselamatan

Ketiga, seorang perempuan hendaknya memiliki sifat kebijaksanaan bagai Dewi Saraswati yang dengan pengetahuannya yang tinggi dapat membawa dirinya untuk menjadi lebih bijaksana dalam berperilaku dan bersikap. Dalam mendidik, bukan hanya transformasi pengetahuan saja yang diajarkan, namun juga perilaku dan sikap yang baik dan bijaksana. Nilai-nilai keadaban hendaknya menjadi dasar berpijak perempuan untuk menjadikan dirinya Sang Dewi di manapun berada.

Selanjutnya, perempuan hendaknya menjadi sumber kemakmuran dan kesejahteraan bagi keluarga dan masyarakat sekitar seperti Dewi Laksmi. Tugas perempuan adalah sebagai kekuatan penopang dan pendamping kaum lelaki untuk bekerja sama dalam mengusahakan kemakmuran dan kesejahteraan. Kemakmuran dan kesejahteraan tercapai bila semua kebutuhan pokok baik sandang, pangan, papan terpenuhi. Selamat Hari Kartini 21 April 2021, semoga para perempuan Indonesia bisa merepresentasikan karakter para Dewi agar mampu menjadikan dirinya perempuan utama.

Penulis, Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *