Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ashram Krishna Balaram yang menjadi tempat belajar dan praktik sampradaya (ajaran) Hare Krishna di Jalan Pantai Padanggalak, Kesiman, Denpasar oleh Desa Adat Kesiman, dihentikan aktivitasnya pada Minggu (18/4). Tindakan itu dilakukan prajuru desa adat sesuai dengan Surat Keputusan Bersama PHDI dan MDA Bali terkait larangan sampradaya non-dresta Bali.

Pascapenutupan itu, beredar surat dari International Society for Krishna Conciousness (ISKCON) Nomor 031/ISCKON-IND/IV/2021 tanggal 19 April 2021. Surat tersebut berisi tentang pihak ISKCON telah mengutus utusan untuk mendatangi otoritas yang telah membuat Surat Keputusan Bersama (SKB), yang ternyata menurut ISKCON penutupan Ashram tersebut merupakan sebuah pelanggaran dari berbagai segi.

Baca juga:  Petani Salak Mengungsi, Produsen Dodol di Besan Kesulitan Bahan Baku

Surat tersebut dipertanyakan oleh berbagai aktivis, penggiat dan pimpinan organisasi Hindu Bali. Menjawab pertanyaan dari aktivis, penggiat dan pimpinan organisasi Hindu Bali terkait beredarnya surat resmi ISKCON tersebut, Majelis Desa Adat (MDA) Bali sebagai lembaga otoritas yang membuat SKB bersama PHDi Bali tersebut, menegaskan bahwa MDA Bali dan PHDI Bali secara kelembagaan dan Bandesa Agung MDA Bali tidak pernah dan tidak akan pernah menerima utusan ISKCON, apalagi untuk tujuan menyalahkan Desa Adat.

Hal ini ditegaskan langsung oleh Bendesa Agung MDA Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet melalui pernyataan resminya, Selasa (20/4). Putra Sukahet juga menegaskan bahwa SKB PHDI Provinsi Bali dan MDA Provinsi Bali tentang Pembatasan Kegiatan Pengembanan Ajaran Non Drestha Bali di Bali yang ditandatangani langsung oleh Bandesa Agung MDA Provinsi Bali dan Ketua PHDI Bali, Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si. ini memiliki pandangan yang jelas, lugas dan tegas tentang sikap MDA terhadap keberadaan Sampradaya Non-Drestha di Bali.

Baca juga:  Tiga Proyek Dinas PU Jadi Sorotan DPRD Tabanan

Bandesa Agung berpandangan bahwa, kalau Desa Adat di seluruh Bali merasa keberadaan ISKCON di wewidangan Desa Adat sudah sangat mengganggu ketenangan krama dan prajuru Desa Adat, khususnya untuk hal yang paling sensitif yaitu prihal Adat Bali dan tradisi keagamaan Hindu Bali, setiap Desa Adat mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan/mengeluarkan kebijakan yang terukur, termasuk melaksanakan penutupan Ashram ISKCON.

Hal senada juga dikatakan Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof. Sudiana. PHDI Provinsi Bali bersama MDA Provinsi Bali mendukung langkah Desa Adat di Bali melakukan penutupan Ashram Sampradaya Non Dresta Hindu Bali apabila mengganggu adat dan tradisi keagamaan Hindu Bali. (Winatha/balipost)

Baca juga:  Sinergikan Pariwisata dan Budaya Pertanian
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *