JAKARTA, BALIPOST.com – Sebuah kapal selam milik TNI AL, Nanggala-402, hilang kontak di perairan Bali. Kapal itu dalam misi latihan gabungan penembakan torpedo dan peluru kendali TNI AL.
Disebutkan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto itu bahwa lokasi kejadian yang diperkirakan adalah 60 mil laut utara Pulau Bali. Itu adalah di utara Kabupaten Buleleng, yang menjadi salah satu perairan yang cukup ramai pelayarannya.
Dikutip dari Kantor Berita Antara, sepanjang sejarah TNI dan TNI AL, kejadian-kejadian terkait dengan kapal selam TNI AL termasuk yang paling tidak diungkap kepada publik. Kecuali hal-hal yang sifatnya seremonial dan inovasi-inovasi yang sifatnya mendasar.
Kapal selam merupakan salah satu arsenal militer suatu negara yang kehadirannya sangat diperhitungkan di kawasan. Karakter dasarnya yang menyelam di kedalaman dan sangat sulit dideteksi lokasinya serta kerahasiaan pada sistem kesenjataan serta misi yang sedang dijalankan, membuat semuanya menjadi serbarahasia.
Seolah mengentalkan kerahasiaan itu, seragam harian pengawal kapal selam TNI AL juga berwarna hitam dengan baret hitamnya.
KRI Nanggala-402 dibuat galangan kapal Howaldt Deutsche Werke di Kiel, Jerman (Barat), pada tahun 1981 setelah kontrak efektif ditandatangani pada tahun 1977.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia memiliki armada kapal selam yang disegani dalam jumlah cukup banyak, yaitu 12 unit dari kelas Whiskey buatan Uni Soviet yang beroperasi mulai 1959 hingga 1962. Mereka turut dikerahkan dalam Operasi Trikora yang berujung pada kembalinya Irian Barat kepada Indonesia.
KRI Nanggala-402 memiliki “saudara kembar”, KRI Cakra-401, yang sama-sama dari Type 209/1300, tipe kapal selam buatan HDW Jerman yang cukup banyak populasi di seluruh dunia dan dibuat secara lisensi dan dikembangkan beberapa negara, di antaranya oleh Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering di Korea Selatan yang menjadi kelas Changbo-Go.
Kapal selam buatan Korea Selatan ini juga dibeli Indonesia dalam skema yang semula adalah enam unit. Indonesia juga membangun kapal selam Changbo-Go ini di dermaga PT PAL, Surabaya.
Tiga dari kapal selam kelas Changbo-Go ini telah hadir di Tanah Air, yaitu KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405.
Sebagai kapal selam yang berada di kelas menengah dengan sistem propulsi konvensional (nonnuklir), Type 209/1300 digerakkan motor listrik Siemens low-speed yang dayanya disalurkan secara langsung melalui suatu poros ke baling-baling kapal di buritan. Artinya, daya ini tidak memakai gear-gear mekanisme tambahan lain.
Adapun total daya yang mampu dihasilkan adalah 5 000 shaft horse power, sedangkan kehadiran baterai-baterai listriknya membuat dia mampu menyimpan daya listrik, yang dayanya disuplai empat generator mesin diesel MTU supercharged.
Karena KRI Nanggala-402 dibeli langsung di negara pembuat dalam keadaan baru, sistem kesenjataan bawah permukaan lautnya terdiri dari 14 terpedo buatan AEG, periskop Zeiss yang berada di samping snorkel buatan Maschinenbau Gabler.
Baterai-baterai listrik itu mengambil sekitar 25 persen bobot total kapal selam yang secara keseluruhan adalah 1.395 ton (maka dinamai Type 209/1300 karena ada juga Type 209/1200 dan Type 209/1400). Secara dimensi, panjang keseluruhan Type 209/1300 adalah 59,5 meter, diameter luar 6,3 meter, dan diameter dalam 5,5 meter.
Jika menyelam, kecepatan kapal maksimum 21,5 knot dengan awak berdasarkan spesifikasi dasar pabrikan sebanyak 34 pelaut. Kewaspadaan situasional KRI Nanggala-402 mengandalkan sonar CSU-3-2 suite. “One ping” adalah ujaran komandan kapal selam yang kerap dilontarkan untuk mengaktifkan sonar guna mendeteksi kehadiran kapal selam lawan dalam film-film Holywood tentang kapal selam, di antaranya The Hunt For Red October.
Empat belas torpedo 21 inci/533 mm dalam delapan tabung menjadi andalan utama sistem kesenjataannya, yang pada tahun 2021 akan diuji kebolehannya pada latihan puncak di perairan utara Pulau Bali itu. Dari tabung torpedo yang sempit itulah dapat juga menjadi wahana peluncuran manusia-manusia katak untuk misi penyusupan di belakang garis pertahanan musuh, suatu cara aksi yang berisiko tinggi sebetulnya.
KRI Nanggala-402 bersama KRI Cakra-401 menjadi kapal selam paling senior di TNI AL dengan catatan penugasan yang cukup panjang. Kapal tersebut berangkat dari hanggarnya di dermaga Armada II TNI AL di Ujung, Surabaya.
Di antara kesertaannya, pada tahun 2002, KRI Nanggala-402 terlibat dalam latihan gabungan TNI AL-Angkatan Laut Amerika Serikat, CARAT-8/02 pada 27 Mei—3 Juni 2002, di perairan Laut Jawa, Selat Bali, dan Situbondo. Pada tahun 2004 terlbat dalam Latihan Operasi Laut Gabungan XV/04 di Samudra Hindia pada tanggal 8 April hingga 2 Mei 2004. Di situlah KRI Nanggala-402 dengan torpedo SUT-nya menenggelamkan bekas KRI Rakata, kapal tunda samudra buatan 1942.
Mengacu pada daftar nama komandan yang beredar, saat ini komandan KRI Nanggala-402 adalah Letnan Kolonel Pelaut Ansori yang mengemban tugas itu sejak 2019.
Pada Selasa dini hari pukul 03.00 WITA, disebutkan bahwa KRI Nanggala-402 hilang kontak dalam perannya sebagai salah satu unsur latihan gabungan TNI AL di perairan utara Pulau Bali. Saat dikonfirmasi wartawan, Tjahjanto menjawab pendek, “Baru izin menyelam, setelah diberi clearance, langsung hilang kontak.”
Kini pencarian tengah dilaksanakan. Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal TNI Achmad Riad mengatakan, “Saat ini masih menunggu perkembangan. Sementara keterangan sesuai yang disampaikan Bapak Panglima TNI. Terima kasih.” (kmb/balipost)