DENPASAR, BALIPOST.com – Mutasi COVID-19 dari India disebut sudah masuk ke Indonesia oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Senin (26/4). Mutasi virus yang lebih dikenal dengan nama B1617 ini, menurut Budi, sudah diidap oleh 10 orang di Indonesia.
Dilansir dari Kantor Berita Antara, Menkes mengatakan 10 orang di Indonesia ini, mayoritas merupakan pelaku perjalanan luar negeri (PPLN). “Enam di antaranya adalah impor, jadi masuk dari luar negeri, empat di antaranya adalah transmisi lokal, ada 2 orang di Sumatera, 1 orang di Jawa Barat, dan 1 orang di Kalimantan Selatan,” tambah Budi.
Untuk mencegah mutasi yang lebih menular dan berbahaya itu, pembatasan masuknya pelaku perjalanan ke suatu daerah makin diperketat. Terutama seiring akan berlangsungnya libur Lebaran.
Rektor Institut Pariwisata dan Bisnis (IPB) Internasional, Dr. I Made Sudjana, SE., MM., CHT., CHA., berharap pemerintah Provinsi Bali bisa mempertimbangkan pembukaan kunjungan wisatawan pada saat libur Lebaran. Sebab, penyebaran COVID-19 saat ini masih fluktuatif.
Terlebih, ada varian baru dari India yang sudah masuk ke Indonesia. “Kita di Bali harus berpikir panjang terhadap pariwisata Bali ke depan. Jangan sampai sekarang kita longgarkan karena situasi terdesak dari para pengusaha yang menyebabkan gelombang baru penyebaran COVID-19 seperti yang terjadi di India. Ini sangat bahaya sekali, kalau ini terjadi akan mematikan pariwisata Bali seterusnya. Lebih baik kita “mengetatkan ikat pinggang” dulu, tunggu sebentar hingga benar-benar bersih dan aman dari COVID-19,” tandas Made Sudjana.
Apalagi, lanjutnya, belum ada yang berani menjamin bahwa Bali aman untuk dikunjungi. Sehingga, pengusaha dan pelaku pariwisata harus bersabar dan tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes).
Ia mengaku bahwa masyarakat Bali belum sepenuhnya paham dan sadar akan penyebaran dan bahaya COVID-19. Terlebih, belum semua masyarakat Bali divaksinasi. Meskipun sudah divaksin belum tentu aman dari penyebaran Covid-19.
Prokes harus tetap diterapkan dalam melakukan aktivitas di kehidupan new normal ini. Pengawasan taat prokes juga sangat penting dilakukan oleh pemerintah yang melibatkan pihak terkait dan desa adat. “Semua masyarakat merasakan berat, tapi untuk keselamatan jangka panjang cobalah kita bertahan sedikit lagi, supaya nanti betul-betul pariwisata Bali aman untuk dikunjungi,” tandasnya.
Terkait pengawasan penerapan prokes, ia menilai masih sangat minim. Seperti yang terjadi di pasar-pasar.
Dia berharap agar pemerintah lebih mengintensifkan pengawasan penerapan prokes di tempat-tempat umum. Bila perlu pemerintah mesti menyiapkan dana untuk membayar para petugas, seperti Pecalang untuk melakukan pengawasan prokes dengan ketat. Apalagi, di Bali banyak kegiatan upacara agama. Sehingga, program untuk pembukaan pariwisata Bali bisa segera benar-benar terwujud. (Winatha/balipost)