DENPASAR, BALIPOST.com – Herd immunity atau kekebalan komunitas adalah perlindungan secara tidak langsung dari suatu penyakit menular terhadap mereka yang tidak memiliki sistem imun terhadap penyakit tersebut. Herd immunity terhadap Covid-19 akan terbentuk jika 70% penduduk telah tervaksin.
Secara nasional, Indonesia diprediksi mencapai herd immunity 10 tahun kemudian, sementara Bali yang relatif kecil dengan keunggulan pranata sosial diharapkan bisa mencapai herd immunity lebih cepat lagi. Para pengamat kesehatan menilai semua komponen Bali perlu kerja keras guna sesegera mungkin mencapai herd immunity.
Apalagi Juni, keran pembelajaran tatap muka (PTM) sudah dibuka termasuk di kalangan perguruan tinggi, sekalipun ada istilah relaksasi.
Rektor Itekes Bali, I Gede Putu Dharma Suyasa, S.Kp., M.Ng., PH.d., Selasa (27/4) mengatakan selain mempercepat vaksinasi massal, Bali juga harus terus melakukan tracing guna meminimalisasi kasus baru. Dengan sistem banjar dan desa adat, kata dia, Bali bisa sebagai daerah pertama mencapai herd immunity asalkan faktor pendukung lain seperti ketersediaan vaksin dan fasilitas serta SDM memadai.
Dikatakannya,cakupan imunitas agar herd immunity itu adalah 70-85%, namun ada juga yang mengatakan 85-90%. Semakin tinggi semakin bagus. Jika kita ambil diangka 70%, maka dari total penduduk Bali yang jumlahnya 4,3 juta jiwa, minimal 3 juta jiwa penduduk Bali harus divaksin.
Untuk mencapai hal tersebut, berbagai hal sudah dilakukan di Bali dengan memberikan prioritas vaksin untuk berbagai kelompok penduduk seperti tenaga Kesehatan, pelayanan publik, lansia, dan penduduk di wilayah yang direncanakan green zone. Ini sebuah Langkah yang sangat bagus, ditambah dengan kebijakan pemerintah menggandeng beberapa sektor untuk mempercepat program ini.
Pemerintah juga penting menggandeng dunia kampus. Seperti Itekes Bali bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Kesehatan Kota Denpasar dan PPNI telah melatih 300 mahasiswa dan dosen sebagai vaksinator. Sampai hari ini aktif membantu pemerintah melakukan vaksinasi Covid-19 di berbagai pusat vaksinasi baik di Puskesmas, di wantilan desa dan di tempat-tempat lainnya.
Kunci utama keberhasilan vaksinasi ini, kata dia, adalah meyakinkan masyarakat bahwa diperlukan upaya serentak untuk mencapai herd immunity. Terutama menanamkan keyakinan masyarakat bahwa efek positif dari vaksin ini jauh melebihi efek samping yang ditimbulkan.
Bahkan PAPDI sudah mengeluarkan rekomendasi yang mendukung bahwa potensi manfaat yang diberikan oleh vaksin lebih besar daripada potensi komplikasi sehingga pemantauan efek samping menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari program vaksinasi ini.
Akademisi Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana (KM Unud) Made Kerta Duana, Bali secara keseluruhan, saat ini belum terlindungi, karena vaksinasi belum mencapai 70% pada penduduk Bali. “Jangka waktu pembentukan kekebalan yaitu 28 hari setelah vaksin kedua,” imbuhnya.
Jika ingin Bali terlindungi secara keseluruhan, maka minimal 70% penduduk tervaksin. Inilah yang dia katakan perlu kerja keras semua komponen memperluas cakupan vaksinasi Covid-19.
Dengan vaksinasi, bukan tidak mungkin seseorang bisa terpapar COVID-19 kembali. Namun perlu diketahui, vaksinasi bertujuan mencegah tingkat keparahan dari virus termasuk Covid-19. Seperti vaksin Sinovac memiliki efikasi sebesar 65%.
Selain itu dengan vaksinasi juga akan melemahkan daya tular virus. Seperti halnya virus influenza yang pernah mewabah di dunia, menyebabkan ratusan orang meninggal. Seiring berjalannya waktu, kekebalan masyarakat terbentuk. Virus influenza kini hanya menjadi penyakit yang bisa sembuh dengan sendirinya dalam waktu 2 – 3 hari, tidak sampai menyebabkan kaparahan atau kematian. (Sueca/Citta Maya/balipost)