JAKARTA, BALIPOST.com – Sebanyak lima warga negara India ditangkap Polda Metro Jaya karena diduga melanggar UU Karantina. Mereka menggunakan jasa mafia karantina untuk masuk Indonesia tanpa menjalani proses kekarantinaan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, dilansir dari Kantor Berita Antara, mengatakan Polres Bandara Soetta mengungkap lima laporan polisi dengan indikasi dugaan ada sekitar tujuh (WN India) tersangka, lima yang sekarang sudah jadi tersangka. Kelima WN India yang diamankan berinisial SR (35), CM (40), KM (36), PN (47) dan SD (35).
Sedangkan dua orang WN India lainnya masih dalam pencarian oleh pihak kepolisian dan otoritas imigrasi. Yusri mengatakan modus mafia karantina ini tidak jauh beda dengan modus mafia karantina yang sebelumnya diungkap oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Sindikat ini mendampingi pengguna jasanya sejak tiba di Indonesia mulai dari tahap mengisi formulir hingga saat keberangkatan menuju lokasi karantina. Awalnya mafia karantina ini akan mengisi data para WNA tersebut di database Satgas Karantina hingga para WNA tersebut siap diberangkatkan ke hotel yang ditunjuk sebagai lokasi karantina.
Namun saat para WNA tersebut akan diberangkatkan dengan bus yang telah disiapkan Satgas Karantina, para mafia ini telah menyiapkan mobil atau taksi untuk membawa kabur para WNA tersebut.
Selain lima WN India tersebut, polisi juga telah menetapkan empat WNI sebagai tersangka atas perannya sebagai calo karantina tersebut. keempatnya diketahui berinisial ZR, AS, M dan R.
Total sebelas tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 93 Jo Pasal 9 ayat 1 UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan dan atau Pasal 14 Ayat 1 UU No 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dengan ancaman satu tahun penjara.
“Satu tersangka lagi inisial GC. Dia ini yang punya peran dan dapat bagian yang cukup besar dari pengiriman yang didapat tersangka yang mengurus ini,” katanya.
Yusri menjelaskan pihak kepolisian telah mengungkap praktik mafia untuk membuat WNI yang pulang dari luar negeri tidak perlu menjalani karantina. Sindikat tersebut mematok tarif Rp 6,5 juta per orang.
Polda Metro Jaya telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut yakni tiga anggota sindikat yang berinisial S, RW dan GC, serta pengguna jasanya yang berinisial JD.
Dari Rp 6,5 juta yang dibayarkan JD, tersangka GC mendapat Rp 4 juta. Adapun perannya yakni mengurus dokumen tahapan pertama JD mengenai administrasi kesehatan imigrasi kemudian ditentukan lokasi karantina di hotel yang telah ditentukan sesuai aturan Kementerian Kesehatan.
GC juga ikut mengurus proses dokumen tahap kedua tersebut yakni mengantar JD ke hotel rujukan karantina. “Nah pada saat hotel mana, ini peran GC, data orang JD ini misalnya rujukan hotel A dari pemerintah tetapi data saja, orangnya tidak masuk. Setelah dia dapat Rp 4 juta orangnya ini bisa langsung pulang. Ini peran GC kami masih dalami lagi,” tambahnya.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka S, RW dan GC serta JD tidak ditahan oleh polisi karena ancaman hukuman penjara di bawah lima tahun penjara. “Kami tidak lakukan penahanan karena ancaman di bawah lima tahun. Tapi proses tetap berjalan,” kata Yusri.
Tersangka mafia karantina di Bandara Soekarno-Hatta (Soeta) berinisial S adalah pensiunan Disparekraf DKI Jakarta. “Kita dalami semua termasuk adanya kartu pas yang memang saudara S yang mengatur mulai dari menjemput dan ini memiliki kartu pas. Dia dulu mantan pegawai, pensiunan dari Pariwisata DKI, sudah pensiun,” katanya.
Yusri mengatakan satu tersangka lainnya yang berinisial RW, yang merupakan anak tersangka S, juga mempunyai kartu akses serupa yang digunakan untuk keluar masuk bandara. “(Tersangka) tahu seluk beluk bandara bahkan bisa keluar. Kami masih dalami kartu pasnya termasuk anak S, RW sama, bisa ada kartu pas keluar masuk bandara, ini masih kita dalami,” tambahnya. (kmb/balipost)