SEMARAPURA, BALIPOST.com – Di tengah pandemi COVID-19, pariwisata Bali tak kunjung mendapat kepastian. Pelaku pariwisata tak bisa berbuat banyak, bila tidak ada aktivitas wisata.
Bahkan, bantuan stimulus pariwisata yang sebelumnya diberikan oleh pemerintah pun terkesan tak efektif. Metua PHRI Klungkung Wayan Kariana, Selasa (4/5) mengatakan pelaku pariwisata telah menerima bantuan stimulus tahun lalu, tetapi setelahnya, tidak ada kunjungan wisatawan karena pariwisata masih tutup.
Kalau datang bantuan, kemudian dibarengi dengan kebijakan dibukanya akses wisata, ini menurutnya akan sangat efektif. Misalnya, setelah menerima bantuan stimulus, dana itu digunakan untuk biaya operasional akomodasi wisata maksimal selama setahun.
Bantuan stimulus sudah diterima sejak pandemi awal tahun lalu, sementara sampai April tahun ini, belum ada aktivitas wisata buka, kecuali tiga wilayah yang telah ditetapkan sebagai zona hijau, maka hasilnya terkesan tak afektif.
Bagi pekerja pariwisata, satu-satunya solusi, adalah dibukanya tempat wisata di Bali. Namun, sebagaimana diketahui, kebijakan itu belum memungkinkan dilakukan saat ini, mengingat situasi pandemi tak kunjung mereda.
Selain itu, pengambilan keputusan dibuka atau tidak juga datang dari pusat. Di tengah situasi demikian, para pelaku pariwisata, khususnya di Nusa Penida, tetap berupaya mencari opsi lain.
Baik menjadi petani rumput laut, petani porang, sampai pada tukang gali lubang proyek pemasangan jaringan pipa PDAM dari Provinsi Bali. Sekadar untuk bisa tetap bertahan hidup selama pandemi masih melanda.
“Kalau setahun lagi situasinya begini, saya pribadi nyerah sudah. Apalagi yang bisa dijual. Semua aset sudah terjual. Terjun menjadi petani rumput laut, perkembangannya justru sekarang tak bagus. Hasil yang bagus hanya beberapa tempat saja. Sisanya, petak yang lain diserang lumut yang terlihat seperti lumpur, membuat rumput laut rusak,” katanya.
Maka, kalau bantuan stimulus serupa datang lagi, menurutnya akan lebih efektif, ketika pariwisata dibuka total dulu. Kemudian setelah situasi berangsur normal, discreening kembali, mana pelaku pariwisata yang tidak bisa bangkit ketika situasi mendekati normal, baru diberikan bantuan stimulus ini.
Menurutnya, cara demikian jelas akan lebih efektif. Kuncinya, adalah kapan pariwisata dibuka total. “Buka destinasi. Setelah ada pergerakan. Ada wisatawan, hotel sudah mulai buka. Baru didata. Mana hotel dan restoran yang bisa buka dan tidak. Kalau memang tidak bisa buka dengan alasan, misalnya karena tidak ada dana awal, sebaiknya disitulah diberikan bantuan. Kalau pun bukan stimulus free, diberikan pinjaman lunak pun bisa. Ini lebih efektif,” tegasnya.
Kalau saat ini, situasinya serba nanggung. Kalaupun diberikan dana stimulus, digunakan untuk operasional akomodasi pariwisata, tetapi aktivitas pariwisata tidak ada, hasilnya dianggap percuma saja. (Bagiarta/balipost)