Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Sebanyak 17 kasus varian baru Corona SARS-CoV-2 bernama B117, B1617 dan B1531 saat ini terdeteksi berada di Indonesia. Hal ini berdasarkan hasil penelitian sampel pada Februari hingga April 2021.

Menurut Kementerian Kesehatan, penularan varian baru ini berasal dari transmisi lokal maupun dibawa oleh pekerja migran Indonesia. Juru Bicara COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi dalam keterangan kepada wartawan secara virtual di Jakarta, Selasa (4/5), melaporkan terdapat 13 kasus dari varian B117.

Baca juga:  6 Kasus Positif COVID-19 Baru, Bukan Transmisi Lokal

Masing-masing terdeteksi berada di Sumatera Utara sebanyak dua kasus, Sumatera Selatan satu kasus, Banten satu kasus, Jawa Barat lima kasus, Jawa Timur satu kasus, Kalimantan Timur satu kasus dan Bali dua kasus.

Sebanyak lima kasus B117 dilaporkan berasal dari ‘imported case’ atau dibawa oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Arab Saudi terdeteksi berada di Karawang (Jawa Barat), Kota Balikpapan (Kalimantan Timur) dan Kota Bogor (Jawa Barat).

Baca juga:  Bali Jadi Pilot Project Penerapan Sertifikat Vaksinasi dan PCR Digital

Sedangkan delapan kasus lainnya dilaporkan berasal dari transmisi lokal atau penularan antarmasyarakat masing-masing berada di Tapin (Kalimantan Selatan), Palembang (Sumatera Selatan), Kota Medan (Sumatera Utara), Kabupaten Karawang (Jawa Barat) dan Kota Tanjung Balai (Sumatera Utara).

Sementara untuk varian baru B1617, kata Siti Nadia, terdeteksi berada di Kepulauan Riau sebanyak satu kasus dan DKI Jakarta dua kasus. Sementara, B1531 terdeteksi berada di Bali sebanyak satu kasus. “Satu kasus harian B1531 yang ditemukan di Bali diambil spesimennya pada pada tanggal 25 Januari 2021 dan pasien ini ternyata pada tanggal 16 Februari 2021 meninggal dunia,” katanya dikutip dari Kantor Berita Antara.

Baca juga:  Bupati Anas Keluhkan Toko Modern Berkedok Koperasi

Siti Nadia mengatakan pihaknya sedang melakukan penyelidikan berdasarkan metode epidemiologi untuk mengukur faktor risiko dari kontak fisik dengan pasien. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *