TABANAN, BALIPOST.com – Upaya mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan. Pasalnya, pandemi Covid-19 sangat berdampak pada kondisi keuangan daerah.
Selain mengoptimalkan pendapatan dengan tata kelola aset daerah yang terbengkalai, hal lainnya yang coba dipertimbangkan adalah mendorong manajemen daya tarik wisata (DTW) melakukan pengelolaan secara mandiri. Ini melihat salah satu DTW di kabupaten Tabanan, yakni Ulundanu Beratan, telah berbentuk perusahaan sendiri.
Tidak terikat kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan. Mereka hanya terikat pada kewajiban membayarkan pajak pada kas daerah, berupa pajak hiburan dan rekreasi yang ternyata rasionya jauh lebih tinggi.
Sekretaris Pansus VI, I Putu Eka Putra Nurcahyadi mengatakan, semua manajemen DTW di awal tahun ini seharusnya melakukan evaluasi terhadap pengelolaan dalam setahun. Seperti diketahui dari tiga DTW potensial di Tabanan, lanjut kata Eka kebetulan DTW Ulundanu Beratan, sejak awal tahun 2021 dikelola secara mandiri yakni pengelolaan dilakukan oleh Gebog Pesatakan atau pengempon pura setempat.
Di sisi lain, pemutusan kerjasama ini tidak mempengaruhi potensi pendapatan asli daerah. Sebab, Pemkab Tabanan tetap menetapkan tiga jenis pajak yang akan dipungut tiap bulannya yakni pajak restaurant 10 persen, retribusi tiket masuk 20 persen dan pajak parkir 25 persen.
“Disana kebetulan tidak ada aset milik Pemda, sehingga dibenarkan untuk dikelola sendiri secara kelembagaan,” jelas Eka Nurcahyadi, Jumat (7/5).
Menurut Eka yang juga Ketua Komisi I DPRD Tabanan ini, dari perubahan itu justru kontribusi yang masuk pada kas daerah lebih besar, dengan rasio 25 persen dan masuk kedalam pajak hiburan dan rekreasi. “Sehingga DTW lain kami harapkan bisa mempertimbangkan hal ini. Mungkin bisa menerapkan seperti yang diterapkan di Ulundanu Beratan. Pemda tidak ikut campur, sekalipun ada aset di sana,” ujarnya.
Menurutnya, hal itu dimungkinkan sepanjang format kerja sama ditinjau ulang sehingga ke depannya, performa manajemen DTW akan jauh lebih profesional. Dan kontribusi mereka kepada kas daerah atau PAD jauh lebih meningkat.
Terfokus pada pendapatan dari retribusi parkir dan tiket masuk. “Tidak seperti sekarang. Konsep kerja samanya mungkin dikaji ulang. Artinya, ke depannya, pendapatan yang disetorkan ke kas daerah fokus bersumber dari retribusi parkir dan tiket masuk,” tegasnya.
Di samping itu, kata dia, dari sisi audit dan pertanggungjawaban anggaran, pola seperti ini jauh lebih akuntabel. Slot pendapatannya jelas yakni retribusi parkir dan tiket masuk.
Begitu pula secara audit jauh lebih bisa dipertanggungjawabkan. “Posnya lebih jelas, kalau sebelumnya itu masuk ke pendapatan lain-lain yang sah,” jelasnya. (Puspawati/balipost)