MANGUPURA, BALIPOST.com – Keberadaan Cold Athmosphere Storage (CAS) milik Pemkab Badung yang dikelola Perumda Pasar Mangu Giri Sedana (MGS), belum mampu mengatasi gejolak harga di pasaran. Buktinya, harga cabai merah sempat tak terkendali hingga menyentuh mencapai harga Rp 100 ribu per kilo dari harga Rp 85 ribu.
Direktur Utama Perumda MGS, Made Sukantra, Jumat (7/5), mengatakan gejolak harga yang terjadi lantaran hasil panen petani cabai dan bawang turun. Kondisi ini berdampak pada stok kebutuhan yang disimpan di CAS.
“Awalnya tujuan CAS adalah untuk menampung produksi cabai dan bawang ketika panen melimpah dan dikeluarkan apabila terjadi kenaikan harga. Namun, belakangan ini produksi petani minus sehigga terjadi gejolak harga,” ungkapnya.
Menurutnya, pihaknya sempat berupa mencarikan suplai cabai dan bawang dari daerah lain, seperti Kabupaten Bangli, Kabupaten Bima, NTT dan Kabupaten Probolinggo, Jatim guna memenuhi kebutuhan pasar. Hanya saja, ketiga wilayah tersebut juga mengalami kondisi yang sama dengan Badung.
“Kami sempat berkoordinasi dengan daerah penghasil cabai dan bawang seperti Bangli, Bima, Probolinggo, namun mereka juga tidak mendapatkan panen yang berlimpah. Sebelum Galungan lalu kami berencana ke Bima untuk langsung mencari ke petani, namun karena terjadi bencana banjir disana jadi dibatalkan,” jelasnya.
Made Sukantra juga mengakui, stok cabai dan bawang di CAS hingga kini masih kosong. Hasil pertanian yang mengalami penurunan akibat cuaca langsung terserap oleh pasar. “Karena tidak ada over produksi masyarakat, jadi kami tidak menyimpan (stok di CAS –red). Saat ini hasil pertanian sudah terserap langsung oleh pasar atau unit agro yang langsung membeli produksi masyarakat,” terangnya.
CAS merupakan salah satu program Pemkab Badung untuk mengatasi lonjakan harga. Tak tanggung-tanggung, pemerintah menyiapkan anggaran kurang lebih Rp 7 miliar.
Pemerintah telah memutuskan pembangunan CAS akan berdiri di wilayah Kecamatan Petang. Teknologi penyimpanan bahan pangan CAS dibangun oleh Pemkab Badung sejak 2018, dengan menggunakan teknologi yang diadopsi dari Kudus, Jawa Tengah ini diklaim dapat mengawetkan bahan pangan agar tidak cepat busuk.
Dengan adanya teknologi CAS, setiap panen raya, petani di Badung tidak mengalami kerugian akibat harga yang sangat murah. Seperti kasus petani salak di Karangasem dimana petani enggan panen, karena harga di bawah standar dan merugikan. (Parwata/balipost)