Suasana di Lovina yang sepi wisatawan. (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Lebih dari setahun pandemi Virus Corona (COVID-19) melanda dunia. Salah satu dampak dari pandemi ini adalah terpuruknya bisnis pariwisata di Bali termasuk di Buleleng.

Akomodasi wisata hotel dan restoran di Bali Utara bangkrut karena tidak ada kunjungan wisatawan baik domestik (wisdom) dan wisatawan mancanegara (wisman). Kondisi memprihatinkan ini terjadi di Daerah Tujuan Wisata (DTW) Pantai Lovina Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng.

DTW yang menjadi ikon pariwisata di Den Bukit ini sekarang mati suri. Selain tidak ada wisatawan yang berlibur, akomodasi wisata di daerah ini pun sebagian besar bangkrut.

Baca juga:  WN Australia Ditemukan Meninggal di Kamar Hotel

Pelaku pariwisata terpaksa menjual aset dan untuk memeuhi kebutuhan keluarga mereka. Bahkan, banyak yang beralih menjadi pekerja serabutan atau menjadi petani.

Ketua Badan Pengelola Pariwisata Binaria Lovina, Made Kardika, Senin (10/5), mengatakan, sejak awal pandemi pada 2020, tingkat kunjungan dan hunian wiatawan ke Lovina mengalami penurunan. Hingga sekarang, hanya segelintir saja wisatawan yang berkunjung. “Kalau dampaknya dari awal Pandemi Maret 2020 lalu, dan sampai sekarang Lovina ini sudah mati suri dan memang karena kebijakan pemerintah untuk menutup aktivitas pariwisata,” katanya.

Menurut pria yang akrab disapa Ambu ini, kondisi pariwisata yang terpuruk berdampak pada kesejahteraan warga yang sebelumnya banyak berkecimpung di dunia pariwisata. Dia mencontohkan, sekitar 65 unit kios souvenir dan juga art shop sekarang semuanya tutup.

Baca juga:  Usai Gigit Warga, Khawatir Rabies Anjing Dieliminasi

Tidak saja itu, mantan anggota DPRD Buleleng dari Fraksi PDI Perjuangan ini menyebut, pelaku pariwisata Lovina yang biasnaya mengantar wisatawan melihat atraksi lumba-lumba dan snorkeling di laut lepas, sekarang setengah lebih telah berhenti menjadi pemandu wisata bahari. Bahkan, mereka ini terpaksa menjual perahu yang sebelumnya digunakan untuk mengantar wisatawan.

Kondisi sulit ini tidak bisa dihindari karena sejak Lovina menjadi ikon pariwisata Buleleng, sektor pertanian tidak dikelola. Sehingga dalam situasi sulit ini, pelaku pariwisata sendiri terpaksa menjual aset mereka agar sekedar bisa bertahan hidup di tengah masa pandemi COVID-19. “Sudah setengahnya anggota pemandu wisata bahari itu menjual perahu mereka. Tamu tidak ada, lahan pertanian juga tidak punya, sekedar menyambung hidup keluarganya terpaksa aset dijual dan sebagian lagi menjadi buruh serabutan,” tegasnya.

Baca juga:  Festival Layang-layang di Pantai Serang

Program pemerintah yang menggulirkan vaksinasi massal, menjadi harapan pariwisata kembali pulih walaupun dengan perlahan. “Vaksinasi ini juga menjadi harapan kita dan mudah-mudahan saja pandemi bisa dikendalikan dan pariwisata kembali bergerak,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *