MANGUPURA, BALIPOST.com – Perkembangan budaya manusia saat ini telah berkembang pesat, sehingga mendorong mobilitas yang semakin pesat menuju perkembangan masyarakat global. Perkembangan teknologi juga membawa pengaruh perilaku masyarakat salah satunya perkawinan campuran atau perkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan.
Menurut Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Kemenkumham Bali, Amrizal, terkait perkawinan campuran (perca), Bali menjadi wilayah paling dominan. Tentu dalam perjalanannya, banyak dari mereka terkendala terkait kewarganegaraan. Tak hanya bagi mereka yang menjalani Perca, namun nantinya anak-anak mereka juga bisa terkendala terkait kewarganegaraan.
Untuk itu, masyarakat yang masuk dalam perca ini diharapkan bisa dilindungi oleh Undang undang dan menjadi kewarganegaraan yang jelas, mengingat di Indonesia tidak berlaku dwi kewarganegaraan. Dilihat dari sudut pandang keimigrasian, perkawinan campuran bisa mempengaruhi izin tinggal. “Diperkirakan Bali nomor satu untuk perkawinan campur,” kata Amrizal di sela sosialisasi kewarganegaraan, sesuai Undang Undang nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan RI, yang digelar Kantor Imigrasi Kelas I TPI Ngurah Rai, Rabu (19/5) di Nusa Dua.
Dengan tingginya perca di Bali, pihaknya tidak menampik banyak permasalahan yang sering dialami. Untuk itu, melalui sosialisasi ini, para Perca ini bisa memahami seperti apa aturan yang perlu diikuti. Serta peserta diharapkan menerima informasi yang jelas terkait kewarganegaraan sehingga dapat meminimalisir perbedaan pemahaman yang menyebabkan perbedaan persepsi. “Tentu dengan harapan supaya perkawinan campur ini tidak hilang hak dan kewajiban. Harapan kami, tidak ada penyalahgunaan maulun pelanggaran yang dilakikan terkait Kewarganegaraan,” ucapnya.
Sementara Kepala Bidang Pencatatan Sipil Kabupaten Badung, Putu Yudi Atmika mengungkapkan, selama ini, banyak Perca yang enggan melaporkan diri ke kantor Pencatatan Sipil Badung. Padahal di Kabupaten Badung banyak terdapat Perca.
Dikatakan, selama ini, meski banyak WNA yang sudah memiliki KItas dan Kitap yang enggan melaporkan diri ke kantor pencatatan sipil untuk menjadi penduduk di kabupaten badung. Untuk itu, pihaknya berharap. Sehingga menurunnya, jumlah WNA yang sudah menjalani Perca tidak bisa dilayani saat melakukan pengurusan administrasi. Baik itu untuk kegiatan bisnis maupun untuk keperluan lain.
Dikatakannya, untuk di Bali khususnya di Badung, Perca yang paling banyak yakni berasal dari Negara Australia. Agar lebih tertib administrasi, pihaknya berharap agar mereka yang sudah memegang Kitas atau Kitap, untuk segera melaporkan diri ke kantor Pencatatan Sipil. (Yudi Karnaedi/Balipost)